Laman

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3
Blog ini dibuat sebagai bahan pembelajaran saya pada Mata Kuliah Hinduisme

Kamis, 18 Oktober 2012

Penalaran Tak Langsung


  1.       I.            Pengertian
Yang dimaksud dengan penalaran adalah proses mengambil kesimpulan atau membentuk pendapat berdasarkan fakta-fakta tertentu yang telah tersedia, atau berdasa konklusi-konklusi tertentu yang telah terbukti kebenarannya. Yang dimaksud fakta-fakta tertentu adalah data-data, pristiwpristiwa, hubungan-hubungan dan kenyataan-kenyataan yang digunakan dalam proses penalaran. Sedangkan yang dimaksud konklusi-konklusi yang telah terbukti kebenarannya adalah premis-premis aksiomatik, kaidah-kaidah berpikir dan hasil-hasil kesimpulan yang ditemukan lewat pembuktian sebelumnya.
Contoh premis-premis aksiomatik adalah ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi dan proposisi-proposisi analitik (pernyataan yang memiliki kebenaran dalam dirinya sendiri tanpa memerlukan pembuktian). Contoh proposisi-proposisi analitik : “Segi tiga adalah bentuk bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus.”
Contoh dari kaidah-kaidah berpikir. Kaidah-kaidah ushuliyah dan kaidah-kaidah logika. Seperti : “Setiap hal hanya menjadi dirinya sendiri dan tidak bias menjadi yang lain pada saat yang bersamaan.”
Contoh hasil-hasil kesimpulan yang ditemukan sebelumnya baik melalui penelitian maupun rasionalisasi. Misalnya: “Seriap benda cair mengairi ke bawah.”[1]
Kini akan dibahas 2 bentuk utama penalaran tak langsung, yakni deduksi dan induksi. Kedanya dapat dibedakan, tetapi dalam prakteknya keduanya tidak dapat dibedakan dan saling mengisi.
  1.    II.            Macam-Macam
1.    Deduksi
Deduksi adalah mengambil suatu kesimpulan yang hakikatnya sudah tercukup di dalam suatu proposisi atau lebih.Kesimpulan tersebut benar-benar sesuatu yang baru dan muncul sebagai konsekuen dari hubungan-hubungan yang terlihat dalam propoeiei atau proposisi-proposisi tadi.
Manakala penalaran deduktif diambil struktur intinya dandirumuskan secara singkat, maka dijumpailah bentuk logis pikiran yang disebut silogisme. Penguasaan atas bentuk logis yang disebut silogisme ini akan membantu mencermatkan langkah-langkah pikiran sehingga terlihat hubungan-hubungan sebelum mencapai kesimpulan. [2]
            Pengertian dan Kaidah Silogisme
Secara bahasa, silogisme atau Istidlal berarti mencari informasi, meminta petunjuk, member petunjuk, member keterangan, meminta alasan, dan memberi alasan. Adapun secara istilah pengertian silogisme adalah bentuk penalaran deduktif tak langsung yang terdiri dari dua proposisi dan satu kesimpulan, serta mengandung tiga term. Disebut penyimpulan langsung karena untuk menghasilkan kesimpulan silogisme menggunakan perantara proposisi kedua dan term penghubung.
            Contoh :
            Premis Mayor : Semua makhluk hidup bergerak                                                                                Premis Minor  : Manusia adalah makhluk hidup                                                                                Kesimpulan     : Semua manusia bergerak
                        Sedangkan tiga termnya adalah sebagai berikut:
-        Term tengah (term pembanding). Dalam contoh diatas yang termasuk term tengah adalah makhluk hidup
-        Term mayor (term pangkal banding). Dalam contoh diatas yang dimaksud dengan term mayor adalah bergerak
-        Term minor (term yang dibandingkan). Dalam contoh diatas yang dimaksud term minor adalah Manusia[3]



SILOGISME KONJUNGTIF
adalah silogisme yang premis mayornya berbentuk suatu proporsi konjungtif. Silogisme konjungtif hanya mempunyai sebuah corak, yakni: akuilah satu bagian di premis minor, dan tolaklah yang lain di kesimpulan .
Misalnya :
-       Tidak ada orang yang membaca dan tidur dalam waktu yang bersamaan .
-       Sartono tidur .
-       Maka ia tidak membaca
Nb. Silogisme konjungtif dapat di kembalikan ke bentuk silogisme kondisional, Misalnya
-       Andaikata Sartono tidur, ia tidak membaca.
-        Sartono tidur
-       Maka ia tidak membaca.[4]
Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotesis adalah argument yang premis minornya adalah proposisi hipotesis, sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau mengingkari term antecedent atau term konsekuen premis mayornya. Sebenarnya silogisme hipotesis tidak mempunyai premis mayor maupun premis minor karena kita ketahui premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan premis minor itu mengandung term subyek pada konklusi.
Pada silogisme hipotesis term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian konsekuennya tergantung oleh bagian yang diakui itu secara analog, karena premis pertama mengandung permasalahan yang lebih umum, maka kita sebutpremis mayor, bukan karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan istilah premis minor, bukan karena ia mengandung term minor, tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus.
Ada 4 macam tipe silogisme hipotesis :
1.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti :
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti :
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari  bagian antecedent, seperti :
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4.      Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti
Bila mahasiswa turun kejalan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.[5]

2.    Induksi
Penalaran induksi proses berpikir untuk menarik kesimpulan umum dan merumuskan pendapat berdasarkan pengamatan terhadap fakta-fakta khusus dari hal-hal tertentu. Penalaran induktif bergerak dari contoh atau fakta-fakta empirik atau kejadian-kejadian ke kesimpulan umum.[6]
Dalam induksi kesimpulan yang dicapai selalu berupa generalisasi (pengumuman). Setiap generalisasi induktif diperoleh sesudah dilakukan pengamatan bahwa beberapa atau banyak kejadian berakhir dengan hasil yang sama. Setiap orang sering menggunakan penalaran induktif, maka induksi dalam kenyataan sering tampil dalam perjalanan hidup kita. Terkadang seseorang hendak membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran suatu generalisasi induktif. Tetai tidak jarang pula dalam kehidupan sehari-hari kita tersandung pada generalisasi semacam itu.
Apabila kita hendak membuat generalisasi induktif, prosesnya adalah sebagai berikut :
Seorang mahasiswa yang mengikuti ujian Dosen B hanya mempelajari bahan yang diberikan di ruang kuliah, tidak lulus. Pada kesempatan ujian berikutnya ia juga hanya mempelajari bahan yang diberikan di ruang kuliah, tidak lulus. Pada kesempatan berikutnya begitu lagi, dan tidak lulus. Dengan kegagalannya tiga kali berturut-turut ia sudah dapat membuat generalisasi induktif :”Saya tidak dapat lulus ujian Dosen B apabila saya hanya mempelajari bahan yang diberikan di dalam suang kuliah.”
Hal diatas merupakan contoh yang sangat sederhana, tetapi dalam kenyataan menunjukan bagaimana penalaran induktif berlangsung atas dasar hal-hal khusus yang diamati, seseorang dapat menyimpulkan suatu generalisasi yang ia pikirkan akan dapat diterapkan pada semua hal-hal khusus yang rupa di saat yang akan dating. Meskipun demikian, perlu segera dicatat bahwa sesuatu generalisasi yang telah dibuat mungkin hanya berlaku untuk batas waktu tertentu karena kondisi-kondisinya berubah.[7]
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penalaran induktif :
1.      Jumlah fakta yang diamati seksama harus cukup banyak untuk bias dijadikan dasar menarik kesimpulan yang bersifat menyamaratakan.
2.      Fakta dan contoh yang cukup banyak itu harus memadai, mewakili dan mencerminkan semua bahan keterangan yang ada, jika ingin kesimpulan yang menyamaratakan itu dianggap sah.[8]

Proses Penalaran Induksi


 











Daftar Pustaka
Khalimi. Logika Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gaung Persada Press. 2011
Mundiri. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006
Poespoprodjo, w. Gilarso, EK. T. Logika Ilmu Menalar. Bandung: Pustaka Grafika. 2006



[1] Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), h. 180-181
[2] W. Poespoprodjo, EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar, (Bandung: Pustaka Grafika, 2006), h. 150
[3] Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), h. 136-137
[4] http://imamsetiyantoro.wordpress.com/2012/09/12/silogisme/ di unduh pada tanggal 29 September 2012
[5] Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 129-130
[6] Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), h. 181
[7] W. Poespoprodjo, EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar, (Bandung: Pustaka Grafika, 2006), h. 146-147
[8] Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2011), h. 182

Sabtu, 06 Oktober 2012

Kesetaraan Gender


Persamaan Gender merupakan salah satu produk pemikiran barat yang sedang gencar-gencarnya dilakukan di Indonesia. Isu yang menghendaki hancurnya batas-batas pembeda antara dua kelompok manusia (laki-laki dan perempuan) dalam status sosial dan peran di masyarakat ini dijajakan oleh para aktivis feminism dimana hanya mengutamakan salah satu jenis kelamin (perempuan).
Isu persamaan Gender ini telah sampai pada Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan keadilan Gender (RUU KKG). Secara mendasar berbagai konsep dalam RUU tersebut bertentangan dengan konsep-konsep dasar ajaran Islam. RUU ini mendefinisikan gender sebagai berikut: “Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (Pasal 1:1, Draft RUU-KKG)
Definisi gender seperti itu adalah sangat keliru. Sebab, menurut konsep Islam, tugas, peran, dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki baik dalam keluarga (ruang domestik) maupun di masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu Allah, dan tidak semuanya merupakan produk budaya. Gender merupakan konstruksi sosial, masyarakat sendiri yang membentuk konsep gender tersebut
Kesetaraan dalam Kewajiban Beribadah dan Pahalanya
Tidak dipungkiri bahwa di dalam Islam terdapat persamaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ada perbedaan. Tetapi persamaan di sini bukan berarti persamaan disegala bidang. Menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Namun persamaan itu terletak pada kewajiban beramal saleh dan beribadah, dan hak-hak mereka untuk belajar dan mengajarkan ilmunya. Masing-masing manusia (laki-laki dan perempuan) dibebani oleh Allah dengan tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Zariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”
Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah juga tidak memberikan penbeda kepada manusia (laki-laki dan perempuan) mengenai pahala. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 124 :
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Perbedaan Kodrat
Perbedaan kodrat antara laki-laki dan perempuan merupakan hikmah dari Allah SWT.  bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan dari segi struktur tubuh dan penciptaan, yang berdampak kepada adanya perbedaan di antara keduanya dalam hal potensi, kemampuan fisik, emosional, dan kehendak. Al-Qur’an dan Sunnah nabi membedakan peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan perbedaan kodrati dan tabiat masing-masing.. Karena, kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan wanita terdapat perbedaan-perbedaan mendasar, hingga jika kita melihat keduanya dengan kasat mata sekalipun. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Begitu pun dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali-Imran ayat 36 :
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.”
Wanita dengan tabiatnya melakukan proses reproduksi, mengandung, melahirkan, menyusui, menstruasi. Sedangkan laki-laki yang mempunyai jiwa maskulin, dan jiwa memimpin Adalah tidak adil jika kita kemudian memaksakan suatu peran yang tidak sesuai dengan tabiat dan kecenderungan dasar dari masing-masing jenis tersebut.
Walaupun dalam kenyataannya didalam Islam ada batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang perempuan, tetapi laki-laki boleh melaksanakannya. Namun batasan-batasan ini adalah untuk memuliakan perempuan itu sendiri. Seperti firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 33 : “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Ayat ini bukan berarti melarang seorang istri bekerja, karena bekerja diperbolehkan dalam Islam. Tapi Islam hanya mendelegasikan bahwa sekalipun perempuan bekerja itu harus dalam kondisi darurat dan pekerjaan bukanlah sebagai pokok tugas utamanya, karena tugas utama mencari nafkah ada pada fihak suami sedangkan istri memiliki beban yang lebih mulia: orang pertama yang menyiapkan generasi Islam.
Tidak dipungkiri bahwa didalam berkeluarga, laki-laki mempunyai peran yang lebih tinggi, yaitu sebagai kepala rumah tangga. Tetapi tanggungjawab itu sesuai kemampuan yang ada didalam diri laki-laki. Bayangkan saja jika tugas ini di alih fungsikan kepada perempuan. Islam juga mengajarkan bahwa seorang istri harus berbakti kepada suami, tetapi laki-laki pun harus jauh lebih menghormati ibunya.  
Ini diceritakan dalam hadits suatu hari ada seorang sahabat mendatangi Rasulullah. Lelaki tersebut hendak menanyakan tentang bagaimanakah hendaknya ia memperlakukan ibunya dalam berbakti dalam hidupnya. Rasulullah pun menjawab bahwa seorang ibu memiliki hak yang sangat besar dalam masalah berbaktinya anak kepada orang tua. Seorang ibu memiliki perbandingan 3 kali lebih utama dibanding ayah (3:1) dalam pemrioritasan kebaktian seorang anak kepada orang tua. Sekali lagi, Nabi menyebut kedudukan ibu hingga 3 kali baru kemudian kedudukan seorang ayah 1 kali manakala lelaki tersebut menanyakan bagaimanakah hendaknya dia memperlakukan kedua orang tuanya. Kisah membuktikan bahwa Islam sangat memuliakan kaum perempuan.
Dalam anggapan Islam, wanita bukanlah sekadar sarana untuk melahirkan, mengasuh, dan menyusui. Tetapi juga sebuah madrasah (tempat pendidikan) pertama bagi anak-anaknya. Fenomena tawuran remaja dan anak sekolah di kota-kota besar saat ini ternyata dilakukan oleh anak-anak remaja. Yang dimanan anak-anak ini kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya dikarenakan terlalu sibuknya orang tua dalam bekerja.
Kita mengenal Imam Syafii R.A. Beliau adalah Imam besar yang mazhabnya dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia ini adalah hasil didikan perempuan hebat. Beliau dibesarkan oleh seorang ibu yang begitu sabar. Ketiadaan suami tidak membuat Ibunda Imam Syafi’i menyerah pada keadaan dan melupakan hak seorang anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik dalam bidang agama. Tanpa kehadiran seorang ibu, mungkin saat ini kita hanya mengenal nama Imam Syafi’i sebagai orang biasa, bukan ulama kesohor yang kejeniusannya dalam perkara fiqh menjadi peneman kita saat mengalami kebingungan dalam beribadah.
Kesimpulan
Kesetaraan, atau persamaan antara laki-laki dan perempuan bukanlah nilai yang berasal dari pandangan Islam. Islam memandang keadilan antara laki-laki dan wanita, bukan kesetaraan. Konsep kesetaraan bertolak belakang dengan prinsip keadilan. Karena adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 90 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil  pelajaran”
Dalam Islam model hubungan antara laki-laki dan wanita adalah hubungan saling melengkapi, bukan hubungan persaingan sebagaimana yang diinginkan oleh konsep sekuler.
Dari segala pemaparan di atas kiranya para perempuan yang merupakan benteng pertahanan terakhir dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia-manusia selanjutnya dimana peradaban disusun didalamnya, seharusnya menyadari hakikat dihadirkannya dirinya di dunia ini oleh Allah. Perempuan dihadirkan di dunia oleh Allah bukan sekedar hanya agar dia bersolek, berhubungan seksual, melahirkan, menjadi korban mode dan iklan, berlenggak-lenggok di depan mata manusia dengan dalih ratu-ratuan/miss-miss an, dan segala hal remeh temeh lainnya. Lebih dari semua itu, perempuan di hadirkan di dunia ini agar dapat menumbuhkan generasi-generasi baru yang lebih baik bagi peradaban manusia berikutnya. Dan semua harapan besar dari umat manusia itu ada di pundak wanita-wanita Muslimah karena hanya merekalah wanita terbaik yang dihadirkan Allah di dunia ini.
Dengan demikian, selain mengakui adanya PERSAMAAN antara laki-laki dan perempuan dalam hal kemanusiaan, kemuliaan, dan hak-hak umum yang terkait langsung dengan posisinya sebagai hamba Allah SWT, Islam telah MEMBEDAKAN perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan dalam sebagian hak dan kewajiban. Itu dilakukan sesuai dengan adanya perbedaan naluriah dan alami (nature) di antara keduanya dalam fungsi, peran dan tanggung jawab. Agar masing-masing jenis dapat menunaikan tugas-tugas pokoknya dengan sempurna.