- I. Pengertian
Yang dimaksud
dengan penalaran adalah proses mengambil kesimpulan atau membentuk pendapat
berdasarkan fakta-fakta tertentu yang telah tersedia, atau berdasa
konklusi-konklusi tertentu yang telah terbukti kebenarannya. Yang dimaksud
fakta-fakta tertentu adalah data-data, pristiwpristiwa, hubungan-hubungan dan
kenyataan-kenyataan yang digunakan dalam proses penalaran. Sedangkan yang
dimaksud konklusi-konklusi yang telah terbukti kebenarannya adalah
premis-premis aksiomatik, kaidah-kaidah berpikir dan hasil-hasil kesimpulan
yang ditemukan lewat pembuktian sebelumnya.
Contoh
premis-premis aksiomatik adalah ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits Nabi dan
proposisi-proposisi analitik (pernyataan yang memiliki kebenaran dalam dirinya
sendiri tanpa memerlukan pembuktian). Contoh proposisi-proposisi analitik :
“Segi tiga adalah bentuk bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus.”
Contoh dari
kaidah-kaidah berpikir. Kaidah-kaidah ushuliyah dan kaidah-kaidah logika.
Seperti : “Setiap hal hanya menjadi dirinya sendiri dan tidak bias menjadi yang
lain pada saat yang bersamaan.”
Contoh
hasil-hasil kesimpulan yang ditemukan sebelumnya baik melalui penelitian maupun
rasionalisasi. Misalnya: “Seriap benda cair mengairi ke bawah.”[1]
Kini akan
dibahas 2 bentuk utama penalaran tak langsung, yakni deduksi dan induksi.
Kedanya dapat dibedakan, tetapi dalam prakteknya keduanya tidak dapat dibedakan
dan saling mengisi.
- II. Macam-Macam
1.
Deduksi
Deduksi adalah
mengambil suatu kesimpulan yang hakikatnya sudah tercukup di dalam suatu
proposisi atau lebih.Kesimpulan tersebut benar-benar sesuatu yang baru dan
muncul sebagai konsekuen dari hubungan-hubungan yang terlihat dalam propoeiei
atau proposisi-proposisi tadi.
Manakala
penalaran deduktif diambil struktur intinya dandirumuskan secara singkat, maka
dijumpailah bentuk logis pikiran yang disebut silogisme. Penguasaan atas bentuk
logis yang disebut silogisme ini akan membantu mencermatkan langkah-langkah
pikiran sehingga terlihat hubungan-hubungan sebelum mencapai kesimpulan. [2]
Pengertian dan Kaidah Silogisme
Secara bahasa,
silogisme atau Istidlal berarti mencari informasi, meminta petunjuk,
member petunjuk, member keterangan, meminta alasan, dan memberi alasan. Adapun
secara istilah pengertian silogisme adalah bentuk penalaran deduktif tak
langsung yang terdiri dari dua proposisi dan satu kesimpulan, serta mengandung
tiga term. Disebut penyimpulan langsung karena untuk menghasilkan kesimpulan
silogisme menggunakan perantara proposisi kedua dan term penghubung.
Contoh :
Premis Mayor :
Semua makhluk hidup bergerak
Premis Minor : Manusia adalah makhluk hidup Kesimpulan
: Semua manusia bergerak
Sedangkan
tiga termnya adalah sebagai berikut:
-
Term
tengah (term pembanding). Dalam contoh diatas yang termasuk term tengah adalah makhluk
hidup
-
Term
mayor (term pangkal banding). Dalam contoh diatas yang dimaksud dengan term
mayor adalah bergerak
-
Term
minor (term yang dibandingkan). Dalam contoh diatas yang dimaksud term minor
adalah Manusia[3]
SILOGISME
KONJUNGTIF
adalah
silogisme yang premis mayornya berbentuk suatu proporsi konjungtif. Silogisme
konjungtif hanya mempunyai sebuah corak, yakni: akuilah satu bagian di premis
minor, dan tolaklah yang lain di kesimpulan .
Misalnya :
- Tidak ada orang
yang membaca dan tidur dalam waktu yang bersamaan .
- Sartono tidur .
- Maka ia tidak
membaca
Nb. Silogisme konjungtif dapat di kembalikan ke
bentuk silogisme kondisional, Misalnya
- Andaikata
Sartono tidur, ia tidak membaca.
- Sartono tidur
- Maka ia tidak
membaca.[4]
Silogisme Hipotesis
Silogisme
hipotesis adalah argument yang premis minornya adalah proposisi hipotesis,
sedangkan premis minornya adalah proposisi kategorik yang menetapkan atau
mengingkari term antecedent atau term konsekuen premis mayornya. Sebenarnya
silogisme hipotesis tidak mempunyai premis mayor maupun premis minor karena
kita ketahui premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan
premis minor itu mengandung term subyek pada konklusi.
Pada silogisme
hipotesis term konklusi adalah term yang kesemuanya dikandung oleh premis
mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula bagian konsekuennya tergantung
oleh bagian yang diakui itu secara analog, karena premis pertama mengandung
permasalahan yang lebih umum, maka kita sebutpremis mayor, bukan karena ia
mengandung term mayor. Kita menggunakan istilah premis minor, bukan karena ia
mengandung term minor, tetapi lantaran memuat pernyataan yang lebih khusus.
Ada 4 macam
tipe silogisme hipotesis :
1.
Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengakui bagian antecedent, seperti :
Jika
hujan, saya naik becak.
Sekarang
hujan.
Jadi
saya naik becak.
2.
Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti :
Bila
hujan, bumi akan basah.
Sekarang
bumi telah basah.
Jadi
hujan telah turun.
3.
Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengingkari bagian antecedent, seperti :
Jika
politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik
pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi
kegelisahan tidak akan timbul.
4.
Silogisme
hipotesis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti
Bila
mahasiswa turun kejalan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak
penguasa tidak gelisah.
Jadi
mahasiswa tidak turun ke jalanan.[5]
2.
Induksi
Penalaran
induksi proses berpikir untuk menarik kesimpulan umum dan merumuskan pendapat
berdasarkan pengamatan terhadap fakta-fakta khusus dari hal-hal tertentu.
Penalaran induktif bergerak dari contoh atau fakta-fakta empirik atau
kejadian-kejadian ke kesimpulan umum.[6]
Dalam induksi
kesimpulan yang dicapai selalu berupa generalisasi (pengumuman). Setiap
generalisasi induktif diperoleh sesudah dilakukan pengamatan bahwa beberapa
atau banyak kejadian berakhir dengan hasil yang sama. Setiap orang sering
menggunakan penalaran induktif, maka induksi dalam kenyataan sering tampil
dalam perjalanan hidup kita. Terkadang seseorang hendak membuktikan kebenaran
atau ketidakbenaran suatu generalisasi induktif. Tetai tidak jarang pula dalam
kehidupan sehari-hari kita tersandung pada generalisasi semacam itu.
Apabila kita
hendak membuat generalisasi induktif, prosesnya adalah sebagai berikut :
Seorang
mahasiswa yang mengikuti ujian Dosen B hanya mempelajari bahan yang diberikan
di ruang kuliah, tidak lulus. Pada kesempatan ujian berikutnya ia juga hanya
mempelajari bahan yang diberikan di ruang kuliah, tidak lulus. Pada kesempatan
berikutnya begitu lagi, dan tidak lulus. Dengan kegagalannya tiga kali
berturut-turut ia sudah dapat membuat generalisasi induktif :”Saya tidak
dapat lulus ujian Dosen B apabila saya hanya mempelajari bahan yang diberikan
di dalam suang kuliah.”
Hal diatas
merupakan contoh yang sangat sederhana, tetapi dalam kenyataan menunjukan
bagaimana penalaran induktif berlangsung atas dasar hal-hal khusus yang
diamati, seseorang dapat menyimpulkan suatu generalisasi yang ia pikirkan akan
dapat diterapkan pada semua hal-hal khusus yang rupa di saat yang akan dating.
Meskipun demikian, perlu segera dicatat bahwa sesuatu generalisasi yang telah
dibuat mungkin hanya berlaku untuk batas waktu tertentu karena
kondisi-kondisinya berubah.[7]
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penalaran induktif :
1.
Jumlah
fakta yang diamati seksama harus cukup banyak untuk bias dijadikan dasar
menarik kesimpulan yang bersifat menyamaratakan.
2.
Fakta
dan contoh yang cukup banyak itu harus memadai, mewakili dan mencerminkan semua
bahan keterangan yang ada, jika ingin kesimpulan yang menyamaratakan itu
dianggap sah.[8]
Proses Penalaran Induksi
Daftar
Pustaka
Khalimi.
Logika Teori dan Aplikasi. Jakarta: Gaung Persada Press. 2011
Mundiri.
Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2006
Poespoprodjo,
w. Gilarso, EK. T. Logika Ilmu Menalar. Bandung: Pustaka Grafika. 2006
[1]
Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2011), h. 180-181
[2] W.
Poespoprodjo, EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar, (Bandung: Pustaka
Grafika, 2006), h. 150
[3]
Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2011), h. 136-137
[4] http://imamsetiyantoro.wordpress.com/2012/09/12/silogisme/
di unduh pada tanggal 29 September 2012
[5]
Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 129-130
[6]
Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2011), h. 181
[7] W.
Poespoprodjo, EK. T. Gilarso, Logika Ilmu Menalar, (Bandung: Pustaka
Grafika, 2006), h. 146-147
[8]
Khalimi, Logika Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Gaung Persada Press,
2011), h. 182