I.
Asal Usul Nama Hindu
Pada zaman kuno
oleh penduduknya, India disebut Jambudwipa, yang artinya benua pohon
jambu, atau disebut Bharatwarsa, yang artinya tahah keturunan Bharata.
Nama India dijelaskan dari nama sungai Sindbu, yang mengairi daerah
barat India. Bangsa Persia menyebut sungai itu sungai Hindu. Kemudian
nama ini diambil alih oleh orang Yunani, sehingga nama itulah yang terkenal di
dunia Barat. Akhirnya nama itu diambil alih oleh pemerintahan India sekarang
ini. Ketika agama Islam datang di India nama yang diberikan oleh bangsa Persia
timbul kembali dalam istilsh Hindustan, sedangkan penduduknya yang masih
memeluk agama India asli disebut orang Hindu.[1]
Di India, agama
Hindu sering disebut dengan nama Sanatana Dharma yang berarti agama yang
kekal, atau Waidika Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab
suci Weda.[2]
Dengan ungkapan ini orang Hindu menyatakan keyakinan, bahwa agama tidaklah
terikat oleh zaman. Agama ada bersamaan denga hidup, sebab agama adalah makanan
rohani manusia.
Sebenarnya
agama Hindu bukanlah agama dalam arti yang biasa. Agama Hindu adalah suatu
bidang keagamaan dan kebudayaan, yang meliputi zaman kira-kira 1.500 SM
sehingga zaman sekarang. Dalam perjalanannya di sepanjang abad itu agama Hindu
berkembang sambil berubah dan terbagi-bagi, sehingga memiliki cirri yang
bermacam-macam, yang oleh penganutnya kadang-kadang diutamakan, tetapi
kadang-kadang tidak diutamakan sama sekali.
Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban India kuno dikenal sebagai peradaban Lembah sungai Indus. Luas geografi wilayah peradaban ini meliputi 1,25 juta km atau seluas Pakistan sekarang. Dua kota yang sangat terkenal ini adalah Mohenjodaro di wilayah Pakistan Selatan sekarang dan Harappa di daerah Punjab.
Kemakmuran peradaban Lembah Sungai Indus sangat bergantung pada intensifikasi pengelolaah lahan pertanian di sepanjang lembah. Di kawasan ini, petani mengembangkan budaya agraris. Dari hasil itu, mereka mampu menghasilkan gandum, sayuran, dan kapas. Petani juga berternak sapi, kerbau, dan babi.
Peradaban sungai Indus berkembang selama kurang lebih seribu tahun. Namun,peradaban tersebut tampak muncul secara singkat dalam sejarah peradaban umat manusia karena mengalami kehancuran.[1]
Peradaban Mohenjodaro dan Harappa
Kata Mohenjodaro dikenal dalam berbagai bahasa dan tulisan bahasa Undu dan bahasa Hindi. Sedangkan arto kata dari Mohenjodaro sendiri adalah “Bukit Orang Mati”. Nama ini diberikan karena letak kota yang berupa bukit-bukit dan saat ini hanya berupa reruntuhan seperti sebuah kota mati.[1]
Mohenjo Daro dan Harappa merupakan salah satu kota terbesar
yang berada di lembah sungai Indus, terletak di provinsi Sindh, Pakistan.
Diperkirakan Mohenjo Daro dan Harappa dibangun sekitar 2600 tahun sebelum
masehi. Untuk dapat meneliti peradaban di kota Mohenjo Daro dan Harappa ini
dilakukan penggalian dalam skala besar yang dimulai pada tahun 1922 sampai 1927
yang dilakukan oleh R. D. Banarjee beserta timnya dan dilanjutkan oleh M. S.
Vats dan K. N. Dikshit dibawah pengarahan Sir John Marshall, seorang ahli
survey arkeologi. Pada tahun 1927-1931, E. J. H. MacKay melanjutkan penggalian
sebelumnya dan pada tahun 1950, Sir Mortimer Wheeler juga melakukan penggalian,
tetapi dalam skala kecil.
Pada masa tertentu, ada sekelompok yang nampaknya begitu
kuat yang memasuki India. Hal ini dibuktikan pada penggalian di Harappa yang
menyatakan bahwa kota Harappa takluk dengan kekerasan, karena banyak ditemukan
tumpukan mayat di Harappa. Selain itu kerusakan di dinding kota, yang semuanya
disinyalir Harappa di hancurkan oleh Bangsa yang gagah berani. Pendirian ini
juga diperkuat dengan pernyataan buku Weda yang mengatakan bahwa bangsa
Hariyupuja yang dikalahkan oleh orang-orang Arya dengan bantuan, dan tentu
haruyupura itu dapat kita anggap sama dengan budaya Harappa.
Keseluruhan penggalian yang dilakukan itu mencapai satu per
tiga dari seluruh lokasi kota Mohenjo Daro dan Harappa. Hasil yang didapat dari
penggalian tersebut mengungkapkan bagaimana bentuk dari kota Mohenjo Daro dan
Harappa. Tata kotanya dan bangunan-bangunannya dapat mencerminkan masyarakat
Mohenjo Daro Harappa telah memiliki peradaban yang cukup tinggi.
Mohenjo Daro dan Harappa pada saat
itu dibangun lebih merupakan suatu pusat administrative. Hal ini terlihat dari
bangunan-bangunan yang ada, salah satunya assembly halls. Akan tetapi
fungsi sebenarnya dari kota ini belum bisa dipastikan karena dari bukti-bukti
peninggalannya belum bisa menyimpulkan fungsi dari kota Mohenjo Daro dan
Harappa.[2]
Invansi Bangsa Arya
Nama Arya berarti bangsawan atau tuan,
yang terdapat dalam bahasa Persia dan India. Perpindahan Bangsa Arya di India
terjadi bertahap-tahap, dan tidak terjadi langsung dengan gelombang besar dapat
juga dibuktikan kalau dibandingkan syair-syair Weda yang tertua dengan yang
terkemudia. Waktu yang dibutuhkan juga membutuhkan waktu yang berabad-abad,
itupun sambil membawa keluarga mereka. [1]
Pada waktu
bangsa Arya masuk ke India, mereka itu masih merupakan bangsa setengah nomad
(pengembara), yang baginya peternakan lebih besar artinya dari pada pertanian.
Bagi bangsa Arya kuda dan lembu adalah binatang-binatang yang sangat dihargai
sehingga binatang-binatang itu dianggap suci. Dibandingkan dengan bangsa
Dravida, maka bangsa Arya boleh dikatakan primitif. Mereka memasuki daerah yang
sangat luas yang tertutup oleh hutan rimba yang tak terhingga, tempat tinggal
banyak binatang dan seringkali sangat berbahaya. Orang-orang yang mereka jumpai
di situ adalah orang-orang yang sangat asing bagi mereka mengenai bahasa,
bentuk badan, air muka, kebudayaan dan mengenai cara hidupnya.
Mereka pun
harus membereskan masalah-masalah sosial yang sukar, yakni kemurnian darah atau
asimilasi (penyesuaian) dengan orang-orang bukan Arya. Walaupun tanah sangat
subur dan kaya akan tumbuh-tumbuhan serta iklim sangat baik, sehingga mereka
tidak perlu mengkhawatirkan penghidupan mereka, namun di dalam tempat-tempat
pendudukan mereka yang kecil-kecil dan merupakan semacam desa-desa yang
diperkuat di tengah-tengah hutan itu, mereka harus memecahkan soal-soal yang
gawat. [2]
Untuk saat ini
orang-orang dari bangsa Arya mendiami daerah-daerah sekitar di sebelag utara
garis perbatasan yang terletak antara Goa dan Orissa selatan. Ada juga sebagian
terletak di sebelah selatan garis tersebut, seperti Hiderabad. Sebagai bangsa
pendatang, Arya memandang orang-orang Dravida adalah sebagai penduduk yang
lebih rendah dari bangsa Arya. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan Bangsa
Arya mengakui bahwa Bangsa Dravida merupakan Bangsa yang kaya yang telah
mengembangkan peradaban dan kebudayaan yang cukup tinggi.
Kedatangan bangsa Arya di India telah memberi pengaruh besar
dalam sejarah perkembangan Bangsa India sendiri. Bangsa Dravida yang sebelumnya
telah menempati India telah memberi tiga reaksi pasca serangan bangsa Arya.
Kelompok pertama adalah mereka yang menolak kedatangan bangsa Arya dengan
memberi perlawanan sampai mati. Kelompok kedua yaitu mereka yang akhirnya
menyingkir ke daerah selatan, Deccan dan Bihar. Kelompok ketiga adalah yang
kemudian melakukan asimilasi dengan bangsa Arya, yang kemudian melahirkan
budaya baru. Fokus peneitian para ilmuan sejarah masih berkisar pada budaya
yang telah dihasilkan oleh percampuran bangsa Arya dan Dravida tersebut, atau
yang kemudian sering dengan kebudyaan Indo-arya. Alasan utamanya adalah bahwa
percampuran tersebut selanjutnya melahirkan sistem budaya dan poitik yang lebih
mudah untuk dirunut pada sejarawan. Pengaruh selanjutnya dari budaya Indo-arya
adalah munculnya perbagai budaya seperti Bahasa Sansekerta, Upacara Keagamaan,
dan hal-hal sacral lainnya.[3]
Dahulu orang
tidak tahu dengan tepat dan selalu memendang kebudayaan India seluruhnya
sebagai kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya. Tetapi terutama setelah
penggalian-penggalian tersebut di atas, berubahlah pandangan orang dan makin
banyak diketahui, bahwa bermacam-macam unsure di dalam kebudayaan India berasal
dari kebudayaan Dravida yang tua itu. [4]
Jadi dapatlah
dikonstatir dengan jelas, bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari dua buah
sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa
yang belainan, yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi
kemudian lebur jadi satu.[5]
Daftar Pustaka
Ali, Mukti, Agana-Agama Di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan
Kalijaga Press, 1988
Hadiwijono, Harun. Agana Hindu dan Budha. Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 2008
Honig, A.G. Ilmu Agama. Jakarta: Gunung Mulia, 1997
Supriyatna, Nana. Sejarah. Jakarta: Grafindo Media Pratama,
2006
http://fariable.blogspot.com/2010/10/reruntuhan-kota-mohenjo-daro-pakistan.html
[1] http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/06/bangsa-arya-dan-pengaruhnya.html
[2]
A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 80
[3] http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/06/bangsa-arya-dan-pengaruhnya.html
[4]
A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 79
[5]
A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 79
[1] http://fariable.blogspot.com/2010/10/reruntuhan-kota-mohenjo-daro-pakistan.html
[2] http://yuamar.wordpress.com/2008/11/29/the-great-mohenjo-daro/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar