Laman

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3
Blog ini dibuat sebagai bahan pembelajaran saya pada Mata Kuliah Hinduisme

Selasa, 06 November 2012

Asal Usul Nama Hindu dan Sejarah India Kuno

       I.            Asal Usul Nama Hindu
Pada zaman kuno oleh penduduknya, India disebut Jambudwipa, yang artinya benua pohon jambu, atau disebut Bharatwarsa, yang artinya tahah keturunan Bharata. Nama India dijelaskan dari nama sungai Sindbu, yang mengairi daerah barat India. Bangsa Persia menyebut sungai itu sungai Hindu. Kemudian nama ini diambil alih oleh orang Yunani, sehingga nama itulah yang terkenal di dunia Barat. Akhirnya nama itu diambil alih oleh pemerintahan India sekarang ini. Ketika agama Islam datang di India nama yang diberikan oleh bangsa Persia timbul kembali dalam istilsh Hindustan, sedangkan penduduknya yang masih memeluk agama India asli disebut orang Hindu.[1]
Di India, agama Hindu sering disebut dengan nama Sanatana Dharma yang berarti agama yang kekal, atau Waidika Dharma, yang berarti agama yang berdasarkan kitab suci Weda.[2] Dengan ungkapan ini orang Hindu menyatakan keyakinan, bahwa agama tidaklah terikat oleh zaman. Agama ada bersamaan denga hidup, sebab agama adalah makanan rohani manusia.
Sebenarnya agama Hindu bukanlah agama dalam arti yang biasa. Agama Hindu adalah suatu bidang keagamaan dan kebudayaan, yang meliputi zaman kira-kira 1.500 SM sehingga zaman sekarang. Dalam perjalanannya di sepanjang abad itu agama Hindu berkembang sambil berubah dan terbagi-bagi, sehingga memiliki cirri yang bermacam-macam, yang oleh penganutnya kadang-kadang diutamakan, tetapi kadang-kadang tidak diutamakan sama sekali.

 
Peradaban Lembah Sungai Indus
Peradaban India kuno dikenal sebagai peradaban Lembah sungai Indus. Luas geografi wilayah peradaban ini meliputi 1,25 juta km atau seluas Pakistan sekarang. Dua kota yang sangat terkenal ini adalah Mohenjodaro di wilayah Pakistan Selatan sekarang dan Harappa di daerah Punjab.
Kemakmuran peradaban Lembah Sungai Indus sangat bergantung pada intensifikasi pengelolaah lahan pertanian di sepanjang lembah. Di kawasan ini, petani mengembangkan budaya agraris. Dari hasil itu, mereka mampu menghasilkan gandum, sayuran, dan kapas. Petani juga berternak sapi, kerbau, dan babi.
Peradaban sungai Indus berkembang selama kurang lebih seribu tahun. Namun,peradaban tersebut tampak muncul secara singkat dalam sejarah peradaban umat manusia karena mengalami kehancuran.[1]
            Peradaban Mohenjodaro dan Harappa
Kata Mohenjodaro dikenal dalam berbagai bahasa dan tulisan bahasa Undu dan bahasa Hindi. Sedangkan arto kata dari Mohenjodaro sendiri adalah “Bukit Orang Mati”. Nama ini diberikan karena letak kota yang berupa bukit-bukit dan saat ini hanya berupa reruntuhan seperti sebuah kota mati.[1]
Mohenjo Daro dan Harappa merupakan salah satu kota terbesar yang berada di lembah sungai Indus, terletak di provinsi Sindh, Pakistan. Diperkirakan Mohenjo Daro dan Harappa dibangun sekitar 2600 tahun sebelum masehi. Untuk dapat meneliti peradaban di kota Mohenjo Daro dan Harappa ini dilakukan penggalian dalam skala besar yang dimulai pada tahun 1922 sampai 1927 yang dilakukan oleh R. D. Banarjee beserta timnya dan dilanjutkan oleh M. S. Vats dan K. N. Dikshit dibawah pengarahan Sir John Marshall, seorang ahli survey arkeologi. Pada tahun 1927-1931, E. J. H. MacKay melanjutkan penggalian sebelumnya dan pada tahun 1950, Sir Mortimer Wheeler juga melakukan penggalian, tetapi dalam skala kecil.
Pada masa tertentu, ada sekelompok yang nampaknya begitu kuat yang memasuki India. Hal ini dibuktikan pada penggalian di Harappa yang menyatakan bahwa kota Harappa takluk dengan kekerasan, karena banyak ditemukan tumpukan mayat di Harappa. Selain itu kerusakan di dinding kota, yang semuanya disinyalir Harappa di hancurkan oleh Bangsa yang gagah berani. Pendirian ini juga diperkuat dengan pernyataan buku Weda yang mengatakan bahwa bangsa Hariyupuja yang dikalahkan oleh orang-orang Arya dengan bantuan, dan tentu haruyupura itu dapat kita anggap sama dengan budaya Harappa.
Keseluruhan penggalian yang dilakukan itu mencapai satu per tiga dari seluruh lokasi kota Mohenjo Daro dan Harappa. Hasil yang didapat dari penggalian tersebut mengungkapkan bagaimana bentuk dari kota Mohenjo Daro dan Harappa. Tata kotanya dan bangunan-bangunannya dapat mencerminkan masyarakat Mohenjo Daro Harappa telah memiliki peradaban yang cukup tinggi.
Mohenjo Daro dan Harappa pada saat itu dibangun lebih merupakan suatu pusat administrative. Hal ini terlihat dari bangunan-bangunan yang ada, salah satunya assembly halls. Akan tetapi fungsi sebenarnya dari kota ini belum bisa dipastikan karena dari bukti-bukti peninggalannya belum bisa menyimpulkan fungsi dari kota Mohenjo Daro dan Harappa.[2]

 
Invansi Bangsa Arya

Nama Arya berarti bangsawan atau tuan, yang terdapat dalam bahasa Persia dan India. Perpindahan Bangsa Arya di India terjadi bertahap-tahap, dan tidak terjadi langsung dengan gelombang besar dapat juga dibuktikan kalau dibandingkan syair-syair Weda yang tertua dengan yang terkemudia. Waktu yang dibutuhkan juga membutuhkan waktu yang berabad-abad, itupun sambil membawa keluarga mereka. [1]
Pada waktu bangsa Arya masuk ke India, mereka itu masih merupakan bangsa setengah nomad (pengembara), yang baginya peternakan lebih besar artinya dari pada pertanian. Bagi bangsa Arya kuda dan lembu adalah binatang-binatang yang sangat dihargai sehingga binatang-binatang itu dianggap suci. Dibandingkan dengan bangsa Dravida, maka bangsa Arya boleh dikatakan primitif. Mereka memasuki daerah yang sangat luas yang tertutup oleh hutan rimba yang tak terhingga, tempat tinggal banyak binatang dan seringkali sangat berbahaya. Orang-orang yang mereka jumpai di situ adalah orang-orang yang sangat asing bagi mereka mengenai bahasa, bentuk badan, air muka, kebudayaan dan mengenai cara hidupnya.
Mereka pun harus membereskan masalah-masalah sosial yang sukar, yakni kemurnian darah atau asimilasi (penyesuaian) dengan orang-orang bukan Arya. Walaupun tanah sangat subur dan kaya akan tumbuh-tumbuhan serta iklim sangat baik, sehingga mereka tidak perlu mengkhawatirkan penghidupan mereka, namun di dalam tempat-tempat pendudukan mereka yang kecil-kecil dan merupakan semacam desa-desa yang diperkuat di tengah-tengah hutan itu, mereka harus memecahkan soal-soal yang gawat. [2]
Untuk saat ini orang-orang dari bangsa Arya mendiami daerah-daerah sekitar di sebelag utara garis perbatasan yang terletak antara Goa dan Orissa selatan. Ada juga sebagian terletak di sebelah selatan garis tersebut, seperti Hiderabad. Sebagai bangsa pendatang, Arya memandang orang-orang Dravida adalah sebagai penduduk yang lebih rendah dari bangsa Arya. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan Bangsa Arya mengakui bahwa Bangsa Dravida merupakan Bangsa yang kaya yang telah mengembangkan peradaban dan kebudayaan yang cukup tinggi.
              Kedatangan bangsa Arya di India telah memberi pengaruh besar dalam sejarah perkembangan Bangsa India sendiri. Bangsa Dravida yang sebelumnya telah menempati India telah memberi tiga reaksi pasca serangan bangsa Arya. Kelompok pertama adalah mereka yang menolak kedatangan bangsa Arya dengan memberi perlawanan sampai mati. Kelompok kedua yaitu mereka yang akhirnya menyingkir ke daerah selatan, Deccan dan Bihar. Kelompok ketiga adalah yang kemudian melakukan asimilasi dengan bangsa Arya, yang kemudian melahirkan budaya baru. Fokus peneitian para ilmuan sejarah masih berkisar pada budaya yang telah dihasilkan oleh percampuran bangsa Arya dan Dravida tersebut, atau yang kemudian sering dengan kebudyaan Indo-arya. Alasan utamanya adalah bahwa percampuran tersebut selanjutnya melahirkan sistem budaya dan poitik yang lebih mudah untuk dirunut pada sejarawan. Pengaruh selanjutnya dari budaya Indo-arya adalah munculnya perbagai budaya seperti Bahasa Sansekerta, Upacara Keagamaan, dan hal-hal sacral lainnya.[3]
Dahulu orang tidak tahu dengan tepat dan selalu memendang kebudayaan India seluruhnya sebagai kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya. Tetapi terutama setelah penggalian-penggalian tersebut di atas, berubahlah pandangan orang dan makin banyak diketahui, bahwa bermacam-macam unsure di dalam kebudayaan India berasal dari kebudayaan Dravida yang tua itu. [4]
Jadi dapatlah dikonstatir dengan jelas, bahwa agama Hindu sebagai agama tumbuh dari dua buah sumber yang berlainan, tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan dua bangsa yang belainan, yang mula-mula dalam banyak hal sangat berlainan, tetapi kemudian lebur jadi satu.[5]

Daftar Pustaka

Ali, Mukti, Agana-Agama Di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,  1988
Hadiwijono, Harun. Agana Hindu dan Budha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2008
Honig, A.G. Ilmu Agama. Jakarta: Gunung Mulia, 1997
Supriyatna, Nana. Sejarah. Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006
http://fariable.blogspot.com/2010/10/reruntuhan-kota-mohenjo-daro-pakistan.html
                                                   







[1] http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/06/bangsa-arya-dan-pengaruhnya.html
[2] A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 80
[3] http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/06/bangsa-arya-dan-pengaruhnya.html
[4] A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 79
[5] A.G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1997), h. 79


[1] http://fariable.blogspot.com/2010/10/reruntuhan-kota-mohenjo-daro-pakistan.html
[2] http://yuamar.wordpress.com/2008/11/29/the-great-mohenjo-daro/


[1] Nana Supriyatna, Sejarah (Jakarta: Grafindo Media Pratama, 2006), h. 65



[1] Harun Hadiwijono, Agana Hindu dan Budha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2010), h. 9, Cet 17
[2] Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia ( Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 93

Tidak ada komentar:

Posting Komentar