Laman

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3
Blog ini dibuat sebagai bahan pembelajaran saya pada Mata Kuliah Hinduisme

Sabtu, 06 Oktober 2012

Kesetaraan Gender


Persamaan Gender merupakan salah satu produk pemikiran barat yang sedang gencar-gencarnya dilakukan di Indonesia. Isu yang menghendaki hancurnya batas-batas pembeda antara dua kelompok manusia (laki-laki dan perempuan) dalam status sosial dan peran di masyarakat ini dijajakan oleh para aktivis feminism dimana hanya mengutamakan salah satu jenis kelamin (perempuan).
Isu persamaan Gender ini telah sampai pada Rancangan Undang-Undang Kesetaraan dan keadilan Gender (RUU KKG). Secara mendasar berbagai konsep dalam RUU tersebut bertentangan dengan konsep-konsep dasar ajaran Islam. RUU ini mendefinisikan gender sebagai berikut: “Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (Pasal 1:1, Draft RUU-KKG)
Definisi gender seperti itu adalah sangat keliru. Sebab, menurut konsep Islam, tugas, peran, dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki baik dalam keluarga (ruang domestik) maupun di masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu Allah, dan tidak semuanya merupakan produk budaya. Gender merupakan konstruksi sosial, masyarakat sendiri yang membentuk konsep gender tersebut
Kesetaraan dalam Kewajiban Beribadah dan Pahalanya
Tidak dipungkiri bahwa di dalam Islam terdapat persamaan antara laki-laki dan perempuan tanpa ada perbedaan. Tetapi persamaan di sini bukan berarti persamaan disegala bidang. Menyetarakan keduanya dalam semua peran, kedudukan, status sosial, pekerjaan, jenis kewajiban dan hak sama dengan melanggar kodrat. Namun persamaan itu terletak pada kewajiban beramal saleh dan beribadah, dan hak-hak mereka untuk belajar dan mengajarkan ilmunya. Masing-masing manusia (laki-laki dan perempuan) dibebani oleh Allah dengan tanggungjawab melaksanakan ibadah kepada-Nya, dan menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz-Zariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.”
Ayat ini menerangkan kepada kita bahwa Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada-Nya. Allah juga tidak memberikan penbeda kepada manusia (laki-laki dan perempuan) mengenai pahala. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 124 :
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Perbedaan Kodrat
Perbedaan kodrat antara laki-laki dan perempuan merupakan hikmah dari Allah SWT.  bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan dari segi struktur tubuh dan penciptaan, yang berdampak kepada adanya perbedaan di antara keduanya dalam hal potensi, kemampuan fisik, emosional, dan kehendak. Al-Qur’an dan Sunnah nabi membedakan peran dan tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan perbedaan kodrati dan tabiat masing-masing.. Karena, kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa antara laki-laki dan wanita terdapat perbedaan-perbedaan mendasar, hingga jika kita melihat keduanya dengan kasat mata sekalipun. Secara biologis dan kemampuan fisik, laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Begitu pun dari sisi sifat, pemikiran-akal, kecenderungan, emosi dan potensi masing-masing juga berbeda. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali-Imran ayat 36 :
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى
Dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan.”
Wanita dengan tabiatnya melakukan proses reproduksi, mengandung, melahirkan, menyusui, menstruasi. Sedangkan laki-laki yang mempunyai jiwa maskulin, dan jiwa memimpin Adalah tidak adil jika kita kemudian memaksakan suatu peran yang tidak sesuai dengan tabiat dan kecenderungan dasar dari masing-masing jenis tersebut.
Walaupun dalam kenyataannya didalam Islam ada batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang perempuan, tetapi laki-laki boleh melaksanakannya. Namun batasan-batasan ini adalah untuk memuliakan perempuan itu sendiri. Seperti firman Allah dalam surat Al Ahzab ayat 33 : “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.”
Ayat ini bukan berarti melarang seorang istri bekerja, karena bekerja diperbolehkan dalam Islam. Tapi Islam hanya mendelegasikan bahwa sekalipun perempuan bekerja itu harus dalam kondisi darurat dan pekerjaan bukanlah sebagai pokok tugas utamanya, karena tugas utama mencari nafkah ada pada fihak suami sedangkan istri memiliki beban yang lebih mulia: orang pertama yang menyiapkan generasi Islam.
Tidak dipungkiri bahwa didalam berkeluarga, laki-laki mempunyai peran yang lebih tinggi, yaitu sebagai kepala rumah tangga. Tetapi tanggungjawab itu sesuai kemampuan yang ada didalam diri laki-laki. Bayangkan saja jika tugas ini di alih fungsikan kepada perempuan. Islam juga mengajarkan bahwa seorang istri harus berbakti kepada suami, tetapi laki-laki pun harus jauh lebih menghormati ibunya.  
Ini diceritakan dalam hadits suatu hari ada seorang sahabat mendatangi Rasulullah. Lelaki tersebut hendak menanyakan tentang bagaimanakah hendaknya ia memperlakukan ibunya dalam berbakti dalam hidupnya. Rasulullah pun menjawab bahwa seorang ibu memiliki hak yang sangat besar dalam masalah berbaktinya anak kepada orang tua. Seorang ibu memiliki perbandingan 3 kali lebih utama dibanding ayah (3:1) dalam pemrioritasan kebaktian seorang anak kepada orang tua. Sekali lagi, Nabi menyebut kedudukan ibu hingga 3 kali baru kemudian kedudukan seorang ayah 1 kali manakala lelaki tersebut menanyakan bagaimanakah hendaknya dia memperlakukan kedua orang tuanya. Kisah membuktikan bahwa Islam sangat memuliakan kaum perempuan.
Dalam anggapan Islam, wanita bukanlah sekadar sarana untuk melahirkan, mengasuh, dan menyusui. Tetapi juga sebuah madrasah (tempat pendidikan) pertama bagi anak-anaknya. Fenomena tawuran remaja dan anak sekolah di kota-kota besar saat ini ternyata dilakukan oleh anak-anak remaja. Yang dimanan anak-anak ini kurang mendapatkan perhatian dari kedua orang tuanya dikarenakan terlalu sibuknya orang tua dalam bekerja.
Kita mengenal Imam Syafii R.A. Beliau adalah Imam besar yang mazhabnya dianut oleh mayoritas umat Islam di Indonesia ini adalah hasil didikan perempuan hebat. Beliau dibesarkan oleh seorang ibu yang begitu sabar. Ketiadaan suami tidak membuat Ibunda Imam Syafi’i menyerah pada keadaan dan melupakan hak seorang anak untuk mendapatkan pendidikan terbaik dalam bidang agama. Tanpa kehadiran seorang ibu, mungkin saat ini kita hanya mengenal nama Imam Syafi’i sebagai orang biasa, bukan ulama kesohor yang kejeniusannya dalam perkara fiqh menjadi peneman kita saat mengalami kebingungan dalam beribadah.
Kesimpulan
Kesetaraan, atau persamaan antara laki-laki dan perempuan bukanlah nilai yang berasal dari pandangan Islam. Islam memandang keadilan antara laki-laki dan wanita, bukan kesetaraan. Konsep kesetaraan bertolak belakang dengan prinsip keadilan. Karena adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya, memberikan hak kepada yang berhak menerimanya. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 90 yang artinya “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil  pelajaran”
Dalam Islam model hubungan antara laki-laki dan wanita adalah hubungan saling melengkapi, bukan hubungan persaingan sebagaimana yang diinginkan oleh konsep sekuler.
Dari segala pemaparan di atas kiranya para perempuan yang merupakan benteng pertahanan terakhir dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia-manusia selanjutnya dimana peradaban disusun didalamnya, seharusnya menyadari hakikat dihadirkannya dirinya di dunia ini oleh Allah. Perempuan dihadirkan di dunia oleh Allah bukan sekedar hanya agar dia bersolek, berhubungan seksual, melahirkan, menjadi korban mode dan iklan, berlenggak-lenggok di depan mata manusia dengan dalih ratu-ratuan/miss-miss an, dan segala hal remeh temeh lainnya. Lebih dari semua itu, perempuan di hadirkan di dunia ini agar dapat menumbuhkan generasi-generasi baru yang lebih baik bagi peradaban manusia berikutnya. Dan semua harapan besar dari umat manusia itu ada di pundak wanita-wanita Muslimah karena hanya merekalah wanita terbaik yang dihadirkan Allah di dunia ini.
Dengan demikian, selain mengakui adanya PERSAMAAN antara laki-laki dan perempuan dalam hal kemanusiaan, kemuliaan, dan hak-hak umum yang terkait langsung dengan posisinya sebagai hamba Allah SWT, Islam telah MEMBEDAKAN perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan dalam sebagian hak dan kewajiban. Itu dilakukan sesuai dengan adanya perbedaan naluriah dan alami (nature) di antara keduanya dalam fungsi, peran dan tanggung jawab. Agar masing-masing jenis dapat menunaikan tugas-tugas pokoknya dengan sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar