PERKEMBANGAN
AGAMA HINDU
SETELAH
ZAMAN AGAMA BUDDHA
Dede Ardi
Hikmatullah
NIM:
1111032100037
A.
Pendahuluan
Secara
garis besar perkembangan agama Hindu dapat dibedakan menjadi tiga tahap[1]. Tahap pertama sering
disebut dengan zaman Weda, yang dimulai dengan masuknya bangsa Arya hingga
munculnya agama Buddha. Selama zaman ini juga dikenal adanya tiga periode agama
yang disebut ‘tiga periode agama besar’. Periode pertama dikenal sebagai Agama
Weda Kuno atau Weda Samhita yang berlangsung dari sekitar abad ke-15
sampai abad ke-10 sebelum masehi. Periode kedua dikenal sebagai Agama
Brahmana di mana para pendeta sangat berkuasa sehingga banyak sekali
perubahan dalam kehidupan keagamaan, periode ini berlangsung dari sekitar abad
ke-10 sampai abad ke-6 sebelum masehi. Dan terakhir yaitu periode ketiga yang
dikenal sebagai Agama Upanishad. Periode ini berlangsung dari
sekitar abad ke-6 sampai abad ke-5 sebelum masehi dengan ditandai oleh
munculnya pemikiran-pemikiran kefilsafatan ketika bangsa Arya menjadi pusat
peradaban disekitar Sungai Gangga.
Tahap kedua
adalah tahapan yang disebut dengan zaman agama Buddha, yang mempunyai corak
sangat lain jika dibanding dengan agama Weda. Zaman agama Budhha ini
diperkirakan berlangsung antara abad ke-5 samapai abad ke-3 sebelum masehi. Dan
tahap ketiga yaitu zaman setelah agama Buddha yang dikenal dengan zaman agama
Hindu. Tahap ini dimulai sejak abad ke-3 sebelum masehi hingga sekarang.
B.
Perkembangan Agama Hindu Sesudah Zaman
Buddha
Pada abad kelima
sebelum masehi, agama Buddha muncul dan berkembang dengan pesat. Dan pada abad
ketiga sebelum masehi, agama Buddha berhasil menjadi agama negeri India dan
bahkan menjadi agama dunia karena pengaruhnya saat itu mencapai hingga jauh di
luar India[2]. Hal ini membuat agama Hindu
terdesak, namun tidak sampai membuatnya lenyap. Secara diam-diam dan perlahan
agama Hindu mengembangkan diri dan terus berkembang dengan cara menyesuaikan
diri pada sesuatu yang dijumpainya.
Bentuk
terakhir agama hindu setelah zaman agama Buddha mewujudkan suatu campuran yang
terdiri dari bermacam-macam unsur keagamaan. Bentuk ini terutama dipengaruhi
oleh keyakinan-keyakinan bangsa Dravida.
Sumber Keagamaan
Sumber
keagamaan zaman ini terdapat dalam kitab-kitab Purana, Wiracarita, dan
Bhagawadgita[3].
a. Kitab Purana
Kitab-kitab Purana (cerita kuno) berisi
ikhtisar dongeng-dongeng dan petunjuk-petunjuk keagamaan. Isi kitab ini
mengandung maksud menyiarkan pengetahuan keagamaan dan membangkitkan rasa
pemujaan yang mendalam di kalangan rakyat, dengan perantara mite-mite,
cerita-cerita, dongeng-dongeng, dan pencatatan sejarah kebangsaan yang besar.
Ada lima hal yang umumnya dibicarakan dalam kitab ini, yaitu:
1.
Sarga atau penciptaan alam semesta
2.
Pratisarga atau peleburan alam semesta dan
penciptaannya kembali
3.
Zaman-zaman pemerintahan Manu (Manwantara)
4.
Wamsa atau silsilah kuno
5.
Sejarah keturunan raja-raja kuno (Wamsanucharita)
Selain mengajarkan tentang proses
penciptaan alam semesta, peleburan, dan penciptaannya kembali, kitab Purana
juga mengajarkan tiga dewa terpenting dalam agama hindu, yakni:
1.
Brahma
Dewa
ini digambarkan memiliki empat kepala dan dipandang sebagai pencipta dunia.
2.
Wisnu
Dewa
ini digambarkan memiliki empat tangan berwarna hitam yang masing-masing
memegang kulit kerang, cakra, gada, dan bunga teratai sekaligus mengendarai
seekor burung garuda. Dewa Wisnu dipandang sebagai pemelihara alam semesta,
sehingga sering meninggalkan surganya untuk membinasakan kejahatan dan
meneguhkan kebajikan dengan cara ‘menitis’. Dewa Wisnu disinyalir pernah
menitis sebagai Rama yang membinasakan Rawana dan sebagai Kresna yang
membinasakan Kaurowa.
3.
Siwa
Dewa
ini digambarkan sebagai mata-mata yang selalu hadir di tempat-tempat yang
mengerikan, misalnya di medan pertempuran dan tempat pembakaran mayat.
Ia
mengenakan kalung dari tengkorak dan senantiasa dikelilingi roh-roh jahat.
Selain dipandang sebagai perusak alam semesta, namun dewa ini digambarkan
sebagai pertama yang ulung, dan disembah sebagai tuhan tari-tarian (Nataraja),
serta disembah sebagai Guru.
Ketiga
dewa tersebut disembah sebagai Trimurti yang baru dikenal umum pada sekitar
abad ke-5.
a.
Kitab Wiracarita
Kepustakaan yang terkandung dalam kitab
ini hanya ada dua, yakni Ramayana dan Mahabharata yang merupakan
dua buah syair kepahlawanan. Keduanya berisi cerita tentang perbuatan-perbuatan
mulia yang dilakukan oleh pahlawan-pahlawan kebangsaan yang besar. Cerita ini
bermaksud menggambarkan cara menerapkan hukum-hukum Smrti pada keadaan
yang konkret di dalam kehidupan nyata.
1.
Ramayana
Syair
ini ditulis oleh Walmiki. Isinya menceritakan tentang Rama, putra raja di
Ayodya, yang bersedia dibuang selama 14 tahun demi kepentingan adiknya. Dalam
pengembaraan, istrinya –Sita- diculik oleh Rawana, raja di Langka, namun
akhirnya dapat direbut kembali melalui perantaraan balatentara kera.
2.
Mahabharata
Bagian
pertama kitab ini ditulis oleh Wyasa. Kitab ini berisi cerita tentang
peperangan besar untuk memperebutkan negara Hastina antara Kaurawa dan Pandawa,
keturunan Dhrtarasta dan Pandu, anak Wyasa. Dan berkat pertolongan Kresna,
Pandawalah yang menang dan mewarisi Hastina.
b.
Kitab Bhagawadgita
Bhagawadgita berarti nyanyian Tuhan,
dan kitab ini berupaya mewujudkan salah satu bagian Mahabharata. Isi pokok
kitab ini membicarakan tentang pebincangan anatara Kresna dengan Arjuna pada
awal perang Bharatayuddha.
Pokok ajaran yang terkandung dalam
kitab ini ialah mengenai ‘jalan kelepasan’. Baik benda/prakrti maupun
jiwa/purusa berasal dari Tuhan. Jiwa terpenjara dalam tubuh sehingga
dipengaruhi berbagai macam perbuatan benda. Tugas manusia ialah berusaha agar
jiwa dapat ‘lepas’ dan kembali kepada asalnya, yaitu Tuhan. Ada tiga jalan
kelepasan yang diajarkan, yakni:
1.
Jnana-marga, yaitu jalan kelepasan melalui
pengetahuan akan kebenaran yang tertinggi.
2.
Bakti-marga, yaitu jalan kelepasan melalui kasih
dan pemujaan kepada purusa yang tertinggi.
3.
Karma-marga, yaitu jalan kelepasan dengan
menaklukan kehendak sendiri kepada tujuan Tuhan.
Ketiga jalan kelepasan ini sama-sama
menuju satu tujuan, yaitu kelepasan. Kelepasan terdiri dari persekutuan jiwa
dengan Jiwa Yang Tertinggi, yaitu menyaksikan, mengalami, dan menghayati hidup
ilahi. Persekutuan ini disebut berada di dalam Brahman, tak bersaksi, dan
sebagainya.
c.
Kitab Agama
Kitab-kitab agama adalah kitab-kitab
yang menguraikan tentang dewa-dewa dan bagaimana cara memuja serta
menyembahnya. Kitab ini juga disebut sebagai kitab Tantra. Istilah tantra
sendiri berarti apa yang menjadikan pengetahuan yang disebarkan. Penulis kitab
ini tidak dikenal. Kitab Agama ini mengandung pokok ajaran yang membicarakan
lima hal, yakni penciptaan alam semesta, peleburan alam semesta, penyembahan
dewa-dewa, jalan mencapai kesaktian, dan persekutuan dengan zat yang tertinggi.
Aliran keagamaan
Pada zaman sesudah agama Buddha, dengan
bersumber kepada kitab-kitab yang bermacam-macam muncullah beberapa aliran/mazhab
yang menurut pokok ajarannya dapat dibedakan menjadi:
1.
Mazhab Wisnu
Pada
umumnya, yang disembah oleh pengikut mazhab ini ialah dewa Wisnu, atau
istrinya, atau juga salah satu di antaranya. Pengikut mazhab Wisnu ini
memberikan tanda kasta pada dahi mereka, yaitu tiga garis tegak lurus yang
dibuat dari abu. Ajaran mazhab ini lebih condong kepada bakti (penyerahan
diri), bukan pada Jnana atau pengetahuan. Sehingga mereka lebih
menghargai hidup yang dianggap sebagai sesuatu yang suci dan patut dinikmati.
2.
Mazhab Siwa
Para
pengikut mazhab ini menyembah dewa Siwa yang biasanya disandingkan dengan
permaisurinya, yakni Parwati. Dewa Siwa dianggap sebagai dewa bagi kelahiran
kembali. Bentuk yang paling terkenal untuk menyembah Siwa dalam fungsi ini
ialah Lingga, simbol yang berbentuk kelamin laki-laki. Lingga ini ditempatkan
di kuil-kuil untuk disembah.
Pokok
ajaran mazhab ini memandang bahwa Jnana/ pengetahuan adalah jalan kelepasan
yang lebih pasti daripada bakti. Sekalipun bakti juga mempengaruhi mazhab ini.
3.
Mazhab Sakta
Yang
disebut sakta ialah penyembah sakti, yaitu tenaga ilahi Tuhan. Sakti biasanya
diwujudkan dalam satu perwujudan, misalnya sebagai Kali, Durga, Tara, Kamala,
dan sebagainya. Sakti juga memiliki banyak aspek, namun dua yang paling penting
diantaranya ialah sebagai ibu-ilahi dan sebagai dewi yang mengerikan.
Selain ketiga aliran keagamaan di atas,
masih ada sebuah bentuk kepercayaan (agama) yang saat itu berkembang di
tengah-tengah masyarakat. Aliran keagamaan tersebut dikenal sebagai Agama
Rakyat[4].
Agama rakyat ialah suatu campuran
antara animisme dengan segala sistem keagamaan yang ada. Selain menyembah roh
nenek moyang dan roh lainnya, rakyat juga menyembah segala macam dewa yang ada,
binatang yang dijadikan kendaraan dewa, maupun binatang dan tumbuhan suci
lainnya.
1.
Pemujaan dewa sehari-hari
Ada
tiga macam dewa yang biasanya disembah, yaitu Gramadewata (dewa desa/kota),
Kuladewata (dewa keluarga), dan Istadewata (dewa perorangan). Pemujaan dewa
yang pertama dilakukan dikuil desa atau kota, dan dewa kedua biasanya dipuja di
tempat suci yang disediakan khusus dihalaman rumah atau paling tidak dengan
memiliki patung dewa tersebut yang disimpan di dalam peti dan nanti dikeluarkan
jika akan disembah, sedangkan dewa ketiga biasanya ditemaptkan di kamar pribadi
atau di dalam peti kecil yang dapat dibawa kemana-mana.
2.
Pemujaan pada binatang
Sejak
zaman dulu, penganut Hindu sering menyendiri ke hutan guna bersemedi, ini
membuat mereka dekat dengan penghuni hutan dan binatang-binatang serta
menghargai keberadaannya. Dalam kesusastraan India binatang-binatang memiliki
peranan penting, terutama pada zaman Ramayana yang disitu dianggap sebagai
titisan dewa-dewa.
Ada
beberapa binatang yang dipuja oleh mereka, diantaranya kera yang dianggap
sebagai titisan dewa dan makhluk sorgawi yang setia membantu Rama, ular yang
yang raja ular berkepala seribu merupakan ranjang Wisnu dan Siwa pun menjadikan
ular sebagai perhiasan untuk menghias dirinya, dan beberapa binatang dianggap
sebagai kendaraan para dewa, seperti lembu jantan yang dianggap sebagai
kendaraan Siwa, garuda sebagai kendaraan Wisnu, merak sebagai kendaraan Dewi
Saraswati, angsa sebagai kendaraan Brahma, tikus sebagai kendaraan Ganesa,
singa sebagai kendaraan Durga, kerbau sebagai kendaraan Yama, gajah sebagai
kendaraan Indra, dll.
3.
Pemujaan pada tumbuh-tumbuhan
Contoh
tumbuhan yang dipuja seperti pohon tulis (semacam teratai) yang dianggap
sebagai titisan Laksmi, pohon bayan (sejenis ara), dll.
4.
Pemujaan kepada roh jahat
Selain
dewa, penganut hindu juga menyembah dan memuja roh-roh jahat, seperti raksasa
dan asura yang dipandang suka membinasakan dan suka meminum darah manusia, dan
roh orang mati.
5.
Tempat ziarah
Bagi
penganut hindu, berziarah ke tempat-tempat suci merupakan perbuatan yang
membawa pahaya besar. Beberapa kota yang dianggap suci diantaranya Benares,
Mathura, Orissa, dan yang lainnya.
C.
Kesimpulan
Agama Hindu merupakan agama yang paling
tua yang dianut oleh sebagian masyarakat dunia sejak dahulu kala. Agama ini
mengalami tiga tahapan dalam perkembangannya kemudian, yaitu tahap pertama
dikenal sebagai zaman agama weda yang juga dibagi menjadi tiga periode utama,
periode kedua dikenal sebagai zaman agama hindu yang berlangsung sekitar selama
dua abad dan terakhir dikenal sebagai zaman agama Hindu atau zaman setelah
agama Budha yang dimulai sejak abad ketiga sebelum masehi hingga sekarang.
Perkembangan agama Hindu pada tahap
ketiga ini memang sempat mengalami ‘kemunduran’ karena terdesak oleh agama
Budha yang berkembang sangat pesat saat itu. Namun dengan perlahan tapi pasti,
agama Hindu -dengan kemampuan ‘beradaptasi’nya- dapat bangkit kembali sehingga
bentuk agama inipun pada masa itu mewujudkan campuran yang ‘unik’, karena
dipengaruhi oleh berbagai macam unsur keagamaan. Ada tiga kitab suci yang
menjadi sumber keagamaan pada masa itu, yaitu kitab Purana, Wiracarita, dan
Baghawadgita.
D.
Daftar Pustaka
Basuki, A. Singgih dan Romdhon, dkk.
1988. Agama-Agama di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.
Hadiwijono, Harun. 2010. Agama Hindu
dan Buddha. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia
Ali, Matius. 2010. Filsafat India:
Sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhaisme. Jakarta: Sanggar Luxor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar