GURU NANAK DAN AJARN-AJARANNYA
Annisa Khalida
1111032100047
A.
Pendahuluan
Ciri utama masa ini
menunjukkan fakta bahwa Islam memberikan sebuah konteks mendasar bagi
perkembangan Hinduisme sebagai teks. Pendukung Alberuni, Mahmud Ghazni memimpin
tujuh belas serangan yang gemilang ke India dan mematahkan perlawanan
orang-orang Hindu dengan mudah. Dia lebih tertarik untuk menghancurkan
kota-kota dari pada membangun kerajaan. Pada tahun 1192, penguasa utama Rajput
di utara di kalahkan dan di bunuh oleh Muhammad Ghuri, pada tahun 1200, dinasti
budak (selave dynasty) telah mendirikan aturan muslim di India utara dan
berakhir sampai 1858.
Hinduisme berkembang dengan baik sampai
kedatangan Islam ke India, dalam mengakomodasikan, jika bukan menyerap semua
tantangan dalam bentuk agresi dari luar dan perpecahan dari dalam. Islam memberikan
pengaruh ganda bagi Hinduisme. Di satu pihak, Islam menganjurkan perpindahan
agama; di pihak lain, Islam mendorong kecenderungan yang lebih egaliter dan
monoteistik bagi kaum Hindu. Kemudian muncul tokoh-tokoh yang berusaha untuk
menjembatani jurang pemisah antara keduanya. Sebagai contoh adalah Kabir (abad
ke-15), Guru Nanak (1469-1538), Dadu (1544-1603).[1]
B.
Mengenal Sosok Nanak
Guru Nanak (Nanik), penemu
ajaran (agama) Sikh lahir pada tanggal 15 April 1469 di sebuah gubuk sederhana
di Talwandi, di distrik Lahore (saat ini masuk wilayah Pakistan). Pada era
tersebut India masih dalam cengkraman penjajah Muslim yang disebut kaum
Pathans, di mana nuansa agama bagi masyarakat setempat khususnya bagi yang
beragama Hindu sangatlah menyedihkan. Apalagi ritual-ritual lebih ditekankan oleh
kaum brahmana daripada pendalaman hakiki spiritual. Pada masa-masa yang amat
suram ini Guru Nanak dilahirkan di kawasan tersebut.
Semenjak kecil Nanak telah
membuat para guru, tetangga, orang tua dan teman-temannya takjub karena
pengetahuan spiritualnya yang amat menakjubkan. Setiap hari setelah kembali
dari sekolah, Nanak muda ini oleh ayahnya diminta untuk menggembalakan
sapi-sapi mereka. Pada saat sapi-sapi memakan rumput, maka Nanak akan terlihat
bermeditasi secara mendalam di bawah pepohonan yang rindang. Orang tuanya ingin
mencegahnya agar tidak terlalu jauh masuk ke dalam dunia spiritual dengan
memberikannya berbagai rintangan, namun ia senantiasa diselamatkan oleh
“tangan-tangan yang ajaib”. Suatu saat ayahnya memberikan 20 rupees kepadanya
dan meminta Nanak untuk membelanjakannya demi “tujuan yang baik dan
bermanfaat”. Tanpa ragu-ragu ia pun membelikan santapan bagi para sadhus (kaum
resi, suci), ia merasa amat berbahagia dapat memenuhi permintaan ayahnya
tersebut.
Hal-hal ini membuat orang-orang
di sekitarnya yakin, bahwa Nanak dilahirkan demitujuan-tujuan yang mulia
dan suci. Beberapa tahun kemudian ia mulai menyebarkan ajaran-ajaran kasih
Ilahi kepada sesamanya. Ia pun ditentang dan diancam oleh pejabat-pejabat
Negara, Kaisar, bahkan para mullah (kyai-kyai Islam); namun dalam setiap
diskusi dan pertemuan Nanak akan tampil memukau dan menakjubkan bagi para
penentang-penentangnya. Lama kelamaan sebagian besar pengkritik dan
penentangnya yang muslim ini malahan menjadi pengikutnya. Ia pun memukau kaumnya
sendiri (Hindu pada saat itu) dan mereka pun berbondong-bondong menjadi
muridnya, karena ajaran-ajarannya menentang berbagai ritual-ritual usang dan
sistim kasta. Dalam perjalanan-perjalanan selanjutnya Guru Nanak dan kedua
murid-muridnya Bala (Hindu) dan Mardana (Muslim) berkelana ke seluruh India, ke
Mecca dan Medina, Persia, Kabul (Afganistan) dan sebagainya, secara niskala dan
meninggalkan bukti-bukti kehadirannya di sana yang sampai kini masih dapat
ditemukan di lokasi-lokasi tersebut. Kemana pun Guru Nanak berkunjung, beliau
senantiasa menyebarkan ajaran-ajaran agung nan universal yang amat dikagumi
oleh kaum Muslim dan Hindu. Tema-tema utama ajaran-ajaran beliau seperti
yang disarikan di bawah ini:
Tuhan itu satu adanya. Tuhan
yang Kasih dan Kesatuan. Tuhan yang sama dan satu ini hadir dalam setiap
pemujaan, tempat suci berbagai agama, bahkan di mana-mana tanpa batas.
Setiap manusia adalah sama di
hadirat Tuhan YME. Mereka lahir dan mati secara sama. Adalah kewajiban setiap
manusia apa pun latar belakangnya untuk berdharma bhakti bagi sesamanya.
Pada usianya yang keempat puluh
beliau dinobatkan sebagai Sad Guru (Adi Guru) oleh para pengikut-pengikutnya.
Para pengikutnya disebut Sikh. Beliau menulis ajaran-ajarannya dalam
bentuk-bentuk puisi yang teramat indah dan penuh makna-makna spiritual dan
psikologis, inspirasi-inspirasi suci beliau dapatkan dari hasil
komunikasi beliau dengan Yang Maha Pencipta. Koleksi ajaran-ajarannya ini
disebut Japji Sahib, dibukukan menjadi buku suci kaum Sikh yang disebut Guru
Granth Sahib. Kitab suci ini adalah satu-satunya Guru Pedoman yang dipuja dan
dihormati kaum Sikh. Kaum ini tidak memuja arca-arca dan tidak memerlukan
ritual-ritual yang rumit. Kuil mereka disebut Guru Dwara, amat mirip dengan
mesjid dan di tengah-tengahnya diletakkan kitab suci ini. Semua pengunjung akan
bersujud di depan kitab suci, kemudian para wanita akan bersila di sebelah
kiri, dan pria-prianya di sebelah kanan. Di tengah keduanya hadir karpet merah
memanjang sebagai batas pemisah sekaligus untuk bersujud.
Seorang penyair Nannihal Singh
Layal secara indah bersenandung tentang Sang Guru ini:
“ Murni adalah kehadirannya, Kemurnian
adalah ajaran-ajarannya”.
“Kasih adalah kehadirannya, maka hanya
kasih yang senantiasa diajarkannya”.
“Kesederhanaan adalah wujudnya, maka
kesederhanaan adalah wacana-wacana ajaran-ajarannya”
Utusan Ilahi nan damai dan adil adalah kehadirannya, inkarnasi utama dan kesama-rataan adalah jalan dan petunjuk-petunjuknya, penuh dengan iman dan bakti.
Utusan Ilahi nan damai dan adil adalah kehadirannya, inkarnasi utama dan kesama-rataan adalah jalan dan petunjuk-petunjuknya, penuh dengan iman dan bakti.
Nanak menyabdakan: “Tuhan YME
adalah yang terutama di atas segala-segalanya, Ialah Tuhan semuanya.“
Walaupun ajaran Sikh bersifat
monotheistik, hanya berkeyakinan satu Tuhan, namun ajaran ini tetap berlandas
dan bernafaskan Hindu Kuno dan menghormati tokoh-tokoh Rama, Krisna, dan para
dewa-dewi yang hadir di Guru Granth Sahib. Tuhan YME disebut bersifat teramat
suci, mulia, maha dalam segala-galanya, absolut (hakiki), hadir di mana saja,
abadi, Maha Pencipta, asal muasal dari segala ciptaan. Tanpa status dan
atribut, tanpa benci dan bersifat sama rata ke setiap ciptaan. Kaum Sikh
berperilaku vegetarian di dalam Guru Dwara, namun banyak juga yang menyantap
yang berjiwa di luar itu. Sebagian vegetarian dan melakukan puasa-puasa
tertentu, dan dhyana (meditasi). Daging sapi adalah pantangan utama mereka,
namun susu sapi adalah menu utama yang amat disucikan sama dengan kaum Hindu.
Baik di India maupun di Indonesia Agama Sikh terdaftar sebagai bagian dari
agama Hindu.
Ada faham dalam agama Sikh,
yaitu hidup ini tidak bersifat dosa pada awal mulanya, dan hadir dari
eksistensi yang murni dan akan selamanya murni. Bagi ajaran Sikh
tidak ada kasta rendah maupun tinggi, tidak ada manusia pendosa maupun
suci.
“Tuhan hanyalah satu (Eka, Ekoankar), namun bentuk-bentukNya tak terbatas, (Satnam, Kartha-purkh, dsb). Ia adalah Sang Pencipta, Ia juga yang bermanifestasi dalam wujud-wujud manusia, jauh dari kematian dan lepas dari kelahiran yang berulang-ulang”.
“Tuhan hanyalah satu (Eka, Ekoankar), namun bentuk-bentukNya tak terbatas, (Satnam, Kartha-purkh, dsb). Ia adalah Sang Pencipta, Ia juga yang bermanifestasi dalam wujud-wujud manusia, jauh dari kematian dan lepas dari kelahiran yang berulang-ulang”.
“Hanya satu YME, Sang Pencipta, Penyebab
dari semuanya. Ia telah menciptakan semesta raya dan isinya melalui
KehendakNya yang senantiasa aktif. Barang siapa sadar akan misteri agung dari
yang satu namun banyak ini, akan menyatu dengan-Nya”.
“Ia yang Maha Hakiki ini hadir tanpa
kata-kata tanpa wujud dan tanpa nama. Sewaktu bermanifestasi Ia disebut Sabda
(Sabd), Sabda adalah asal muasal seluruh ciptaan. Sabda adalah Omkara
(Ekoankar), simbolnya Om dalam aksara Sind/Punjabi Kuno”
“Barangsiapa berpasrah total kepadaNya,
maka ia akan mencapai tujuan, tidak ada jalan lain, Manusia mendapatkan
kehendakNya melalui hubungan dengan Sabda Suci. Asal mula penciptaan dan
pralaya (kiamat) berasal dari Sabda. Demikian juga nantinya penciptaan
dan daur – ulangnya akan berawal dan berakhir dengan Sabda”.
“Tidak ada seorang pun yang dapat menjabarkanNya
melalui logika duniawi ini, walaupun orang tersebut mencobanya selama ratusan
tahun”.
“Rasa cukup tidak akan pernah terpuaskan
walaupun dengan menghabiskan seluruh kekayaan dunia materi ini”.
“Seseorang tidak akan mencapai
Tuhan melalui nalar pemikirannya (logika manusia)”.
“Bagaimanakah caranya agar seseorang dapat
memahami Kebenaran dan menembus awan Kebodohan? Ada jalannya wahai Nanak, yaitu
dengan menyelaraskan kehendak orang tersebut dengan KehendakNya, yang
sebenarnya sudah direkayasa olehNya juga (dari awal penciptaan ini)”
“Semua di dunia ini adalah wujud-wujud
manifestasi-manifestasi kehendakNya, namun Kehendaknya ini tidak dapat
dijabarkan oleh siapa pun juga. Melalui Kehendak-Nya maka materi
dipercepat menuju ke arah kehidupan”.
“Melalui KehendakNya keagungan dapat
tercapai, melalui KeagunganNya juga ada yang dilahirkan pada posisi yang tinggi
dan ada juga pada posisi yang rendah”.
“Melalui KehendakNya, suka dan duka
direkayasa, melalui KehendakNya juga yang suci mendapatkan keselamatan”.
“Melalui KehendakNya mereka-mereka yang
batil berkelana terus dalam kelahiran-kelahiran yang tidak terhentikan.
Kesemuanya ini hadir dalam KehendakNya, tiada satu pun yang dapat eksis tanpa
kehendakNya”.
“Wahai Nanak, seseorang yang telah selaras
nadanya dengan KehendakNya, terbebas secara tuntas dari berbagai ego-egonya”.
“Ada yang melantunkan kidung- kidung
keagunganNya, sesuai dengan KehendakNya, ada yang berkidung akan
Kedashyatan-Nya, dan merasakan kedashyatan ini sebagai tanda-tanda yang berasal
dariNya. Ada juga yang menyenandungkan kidung-kidung yang menggambarkan-Nya
sebagai Yang Maha Tanpa Batas”.
“Ada yang bernyanyi bahwasanya, Ia mampu
merubah debu menjadi kehidupan dan kehidupan kembali menjadi debu (tanah). Ia
pun Sang Pencipta (Brahma), Shiwa (Sang Penghancur), dan Wisnu (Sang Pengayom)
dan Pemberi kehidupan ini”.[2]
C.
Terbentuknya agama sikh
Guru Nanak (1469-1539),
pendiri agama Sikh, berada dalam tradisi spiritual yang sama seperti Kabir. Ia
juga mungkin seorang muslim, meskipun tradisi Hindu dan Sikh sama-sama
memandangnya sebagai seorang Hindu. Seperti Kabir, ia mencari jalan untuk
mengatasi perbedaan antara Islam dan HInduisme dengan mempersatukan para
penganut Hindu dan Muslim atas dasar kebenaran-kebanaran spiritual utama yang
menjadi milik bersama kedua agama ini. Ia juga mengutuk penyembahan berhala dan
politeisme Hindu dengan berpegang teguh pada kehendak dan niat Allah yang
mahakuasa dan mahatahu saja. Namun pendiriannya yang teguh ini tentang keunikan
dan kemutlakan Allah didasarkan bukan pada tendensi Islam untuk
mengeksklusifkan apa yan bukan menjadi kodrat dari Allah sendiri, melainkan
lebih pada tendensi India kuno yang merangkum segala sesuatu dalam satu kesatuan yang lebih besar sambil mengakui
dengan cara itu unsure-unsur yang berlawanan sebagai unsur-unsur yang
berhubungan dan saling melengkapi.
Jalan hidup sikhisme
adalah untuk mencapai keselamatan melalui persatuan dengan Allah; pribadi Allah
yang hidup dihadirkan melalui cinta. Persatuan dengan Allah adalah tujuan
terakhir. Hidup tidak punya arti bila berpisah dengan Allah. Sebagaimana guru
Nanak berkata, “betapa ngeri perpisahan itu ketika berpisah dari Allah, dan
betapa membahagiakan persatuan itu ketika bersatu dengan Dia.”.
Pemisahan diri dari Allah menyebabkan
penderitaan yang dialami sebagai kondisi biasa manusia, meskipun manusia dan
dunia diciptakan Allah, tetapi kelemahan dan kesombongan manusia yang berakar
dalam egosentrisme justru mengantar manusia kepada kelekatannya pada
kenikmatan dan kepentingan dunia ini.
Menurut Sikhisme, kelekatan itu memisahkan kita dari Allah dengan membawa
akibat pada semua bentuk penderitaan manusia, termasuk lingkaran kekal kematian
dan kelahiran kembali.
Dialah Allah yang menciptakan semua
eksistensi; Ia esa tanpa yang kedua, tak berbentuk dan bersifat kekal. Dialah
Allah yang menopang semua bentuk eksistensi dan tinggal dalam semua eksistensi
itu. Melalui kehendak-Nya kita ditopang. Melalui rahmat dan ciptaan-Nya, Allah
mewahyukan dirinya kepada kita, wahyu ilahi ini menyadarkan kita akan keterpisahan
kita dengan-Nya dan merangsang jawaban kita ynag dapat membawa keselamatan
melalui persatuan kita dengan Dia dalam cinta, demikian Guru Nanak.
Hanya ketika suara
Allah terdengar dalam hati manusia dan hati manusai menjawabnya, maka
keselamatan lalu menjdi mugkin. Tidak ada gunanya menyembah gambaran Allah dan
asketisme, juga yoga dan tindakan-tindakan ritual. Hanya melalui cinta akan
pribadi Allah dapat tercapai kebahagiaan dalam persatuan dengan-Nya. Sebagi
guru Ilahi, Allah justru mengirimkan pesan –Nya secara langsung kedalam hati
manusia yang mau mendengar-Nya. Dalam pesan guru Nanak dan guru-guru yang lain,
sebagai mana yang tercatat dalam kitab suci yang disebut Adi Granth (Guru
Granth Sahib), pesan Allah, sang Guru yang asli, harus didengar.
Masa pertengahan (1000-1800 M)
Guru Nanak (1469-1538) menulis teks
suci kaum Sikh (Granth Sahib), yang berisi kidung-kidung yang di tulis oleh
guru-guru mereka serta orang-orang religious lainnya, baik Hindu maupun Muslim.
Memang ada interaksi antara Islam mistis dan HInduisme namun ajaran utama
Hinduisme menarik diri dalam kerang pelindung; dan secara mendasar berada dalam
cengkraman keputusan poitik, sehingga berbalik kea rah penghiburan spiritual
pada tuhan. Hal ini terlihat dengan berkembangnya gaya hidup sebagai pertapa
atau pengunduran diri dar kehidupan duniawi. Kehidupan sannyasin menjadi semacam pelarian diri, seperti yang di lihat
dengan jelas oleh guru Nanak. Pada sekitar abad ke-16, keekstreman Hinduisme
terlihat jelas dalam karya-karya puisi devosional dengan kualitas sensasional,
yang gerakannya di wakili oleh Surdas, Tulsidas, Mirabay, dan lain-lain.
Gerakan caitanya pada abad ke-15, yang
menekankan pembacaan Weda secara umum, merupakan sebuah usaha untuk
menghindarkan Hinduisme agar tiak menjadi agmaa rumah dan perapian saja. Geraka
devosional ini menekankan kekuatan penyelmatan dalam nama Tuhan – terutama
Krishna dan Rama, sehingga berpuncak pada pernyataan paradox bahwa nama tuhan
adalah lebih besar dari Tuhan sendiri. Gerakan devosional (bhakti) ini di
katakana berasal dari India selatan, diman para devote wishnu dan shiwa sudah
mencapai puncaknya pada abad ke-9. Sekarang kita akan pindah ke wilayah India
selatan.
Islam masuk ke wilayah India selatan
dengan di singkirkannya Deogiri oleh Malik Kafur pada 1307. Namun reaksi kaum
Hindu di selatan cukup menarik dan berbeda. Sejarah mencatat bahwa ketika
lairan utama Vedanta yang di wakili oleh Shankara (abad ke-9) ramanuja (abad
ke-12) dan madhva adalah lebih bersifat teistik, namun masih tetap mengikuti
konsep filsafat Vedanta dan bukan hanya bersifat devosional saja. Wilayah
selatan menunjukan kekuatan serta vitalitas lebih besar, bukan hnaya secara
religious, namun juga secara politis. Hal ini disebabkan adanya kerajaan
Vijayanagar yang berkuasa dari abad ke-14 samapai abad ke-17.
Gerakan devosional
(bhakti) di Maharasta (wilayah barat India) mengambil dua bentuk, yakni:
vharakary dan dharakhary. bentuk dharakary bentuk dharakary lebih bersifat
aktif dan devosional, dimana salah satu tokohnya dalah Ramdas yang menjadi guru
Shivaji (1627-1680). Dibawah kepemimpinan Shivaji inilah kerajaan Marathas
menjadi sebuh kekuatan polotik yang kuat da menggantikan kekutan Muslim di
selatan. Bentuk Varakari melahirkan nama-nama besar penyair-santo (abad ke-17).
Gerakan bhakti menyebar keseluruh wilayah India serta menghasilkan
penyair-santo seperti sankaradheva di Assam dan Purandaradasa di Karnataka
(abad ke-16).
Pada masa ini, dua gerakan politik
berbaris Hindu yang cukup berhasil adalah kerajaan Vhijayanaga di selatan dan
kerajaan Marathas di bagian barat India (terlepas dari kaum Sikh di Punjab).
Dimasa kerajaan vhijayanagar, terjadi kebangkitan kembali studi atas Weda dan
komentar Hindu atas Weda yang ditulis oleh sayana. Kemudian juga shivaji (1627-1680)
dinibatkan sebagai tokoh ahli di bidang ritual Weda dan menyatakan dirinya
sebagai pelindung Weda. Puisi-puisi devosional saat itu berpusat pada Rama dan
Krishna, yang merupakan inkarnasi Wishnu.
Cirri paling menonjol
pada masa Muslim (1200-1757) ini adalah berkembangnya agama wishnu
(vaishnavism). Dua nama besar dari selatan adalah vallabha (1479-1531) dari
India selatan dan caitannya (1486-1533) dari wilayah Bengal. Keduanya
mengajarkan jalan devosi yang berpusat pada Krishna dan radha. Vaishnavisme popular
ini disebarkan diwilayah maharastra oleh namadeva (abad ke-14) dan tukaram
(abad ke-17); sedangkan di utara, vaishnavisme berkembang dalam bentuk
peneyembanhan trehdap Rama. Tokoh-tokoh terkenla dari India utara adalah
Ramananda (abad ke-14), Dadu (1544-1603) dan Tulsidas (1532-1623).[3]
D.
Penutup
Nanak lebih keras lagi dari pada Kabir,
pemberitaannya dapat disingkat dengan kata-kata: “tidak ada orang Hindu atau
orang Islam”, keduanya adalah palsu. Ia menentang penyembahan kepada berhala,
dan mengajarkan bahwa hanya ada satu Tuhan, yang menghuk dosa di dalam neraka.
Kelepasan terdiri dari persekutuan dengan Tuhan di dalam kasih.
Daftar
Pustaka
Ali, Matius. Filsafat India (Sanggar Luxsor, 2010)
Hanafie, Ahmad, Pengantar Filsafat Umum, (Jakarta : PT
Bulan Bintang, 1996)
Koller, John M. Asian Philosophies, (Flores : LEDALERO,
2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar