Laman

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3

Fitri Astuti Perbandingan Agama 3
Blog ini dibuat sebagai bahan pembelajaran saya pada Mata Kuliah Hinduisme

Rabu, 12 Desember 2012

Kerajaan dimana Hindu dan Budha menjadi agama Negara

         I.      Kerajaan Maurya

Kerajaan Maurya didirikan oleh Chandragupta. Kerajaan ini membentang dari Benggali hingga Hindu Kush, dan menyatukan seluruh daratan di India Utara. Chandragupta mengambil alih kekuasaan di Maghada pada 321 SM.[1] Perlu diketahui bahwa Maghada termaksud salah satu dari kerajaan-kerajaaan Arya. Kerajaan-kerajaan Arya yang terberita dimasa itu ialah Gandhara, Kosala, Kasi dan Maghada.

Raja-raja Maghada yang terkenal ialah Sisunaga (642 SM), Bimbisara (582 SM) dan Ajatasatru (554 SM). Bimbisara memperluas kerajaan Maghada dan menaklukan kerajaan-kerajaan yang dikelilinginya. Sejak abad ke 5 SM sejarah kerajaan Maghada tidak begitu terang lagi.

Salah seorang dari keturunan Bimbisara yang tidak begitu besar lagi kuasanya dibunuh dan diganti oleh mentrinya, bernama Mahapadma Nanda dari golongan Sudra. Raja itulah asal keluarga Nanda yang berketurunan 9 orang raja yang berturut-turut memerintah Maghada sampai tahun 322 SM. Pada tahun itu Nanda dibunuh oleh Chandragupta. Menurut dugaan adalah ia seorang keturunan Nanda juga, akan tetapi kawin dengan perempuan dari kasta rendah.

Dengan Chandragupta mulailah riwayat kerajaan-kerajaan di India terang dan dapat di tentukan. Diwaktu pemerintahan raja itu Maghada berhasil merebut kuasa yang seluas-luasnya. Akan tetapi terjadilah suatu peristiwa yang besar akibatnya untuk seluruh India, yaitu penyerbuan Iskandar Zul Karnain.

       Invansi Iskandar Zul Karnain

Iskandar Zul Karnain adalah seorang raja dan panglima besar Yunani yang mashur dalam sejarah Barat purbakala. [2] Misi Iskandar Zul Karnain untuk menguasai daerah dilatarbelakangi oleh keinginan dari ayahnya untuk menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di Yunani dan wilayah Asia. [3] Waktu masih muda ia mendapat pendidikan yang luas, bukan dalam keperajuritan saja, melainkan dalam ilmu filsafat. Gurunya ialah ahli filsafat Yunani yang mashur Aristoteles (384-322 SM).

Menurut berita Iskandar mula-mula tidak menghadapi perlawanan dalam negeri-negeri yang didudukinya. Di antara negri-negri yang terkenal ialah negri Takkashila (Texila). Ia menyebrangi hulu sungai dan memasuli Punjab. Ketika melalui sungai Jhilam, Iskandar menhadapi perlawanan hebat yang belum pernah dialami dalam tujuh tahun sejak ia menyerbu ke Asia. Tatkala sampai ditepi sungai jhilam, raja negri poros telah siap sedia menantikan kedatangannya. Semuanya membawa persenjataan lengkap. Namun kemudian raja Poros terpaksa menyerah karena banyak menelan korban dan luka-luka yang sangat parah.

Perjalanan pun kembali diteruskan, akan tetapi setelah tiba ditepi sungai Bias, bala tentaranya mogok danmenyatakan tidak sedia berperang lagi, melainkan hendak pulang kenegri Yunani yang sudah 7 tahun ditinggalkan mereka. Untuk memenuhi permintaan tentaranya, Iskandar memutuskansupaya perang di India segera diselesaikan pada saat itu juga. Sebelum kembali ke Yunani, Ia mendirikan 12 candi sebagai simbol peringatan dan ucapan terima kasih kepada dewa-dewa. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 326 SM.

India terlepas dari genggaman kerajaan Yunani saat Iskandar Zul Karnain meninggal. Tidak lama setelah Iskandar wafat kerajaan yang belum kokoh dan terpadu itu mulailah runtuh dan pecah. Bagian-bagiannya dikuasai oleh panglima-panglima perangnya. Dalam tiga tahun saja daerah-daerah India yang ditaklukan itu dapat merebut kemerdekaannya kembali. Dan dengan itu pula lenyaplah pengaruh penjajahan Yunani di India, sebab tidak berakar dalam hidup masyarakat dan lembaga-lembaganya. Iskandar seolah-olah dapat dibandingkan dengan suatu bintang berekor yang cermelang, menakjubkan dan menggemparkan sebentar, akan tetapi lenyap juga dengan tidak meninggalkan bekas-bekas apapun.

       Pemerintahan Raja-Raja Maurya

Sejak terdengar kabar wafatnya Iskandar, penduduk negri itu langsung bertindak merebut kemerdekaannya dengan di pimpin oleh Chandragupta. Sudah diterangkan di atas bahwa Chandragupta merupakan keturunan raja Nanda di Maghada, yang dibuang keluar negrinya dan lari ke India Utara.

Menurut cerita dari pihak kaum Jaina raja Chandragupta pada suatu waktu menarik diri dari pemerintahan dan menjadi pengikut Jaina, sesudah terjadinya kelaparan yang hamper 10 tahunlamanya sebab ia merasa berdosa terhadap rakyatnaya. Ia diganti oleh putranya Bindusara (298 – 272 SM).

Riwayat raja ini tidak begitu terang. Hal yang tentu ialah bahwa raja itu pertama kali memerangi bangsa-bangsa didaerah Deccan di India Tengah. Ia diganti oleh putranya yang kelak mendapat nama yang mashur dalam sejarah India, ialah Asoka (272 – 232 SM). Ia mengganti bapaknya ketika masih muda, akan tetapi penobatannya bari dirayakan empat tahun kemudian. Berlainan dengan nenek dan bapaknya ia ternyata seorang lemah lembut, peramah dan suka berbakti, setia kepada agama dan amat mengasihi rakyatnya.

Ditahun 249 SM atau 24 tahun semenjak Asoka menjadi raja, baginda mengunjungi semua tempat-tempat suci yang bersangkutan dengan hidup dan pengajaran Gautama Budha. Kota-kota itu ialah Kapilavastu (tempat lahir Budha), Sarnath dekat benares (tempat buda pertama kali menyebarkan agamanya), Sravasthi, Gaya (tempat pohon bodhi yang suci) dan Kusinegara (tempat wafatnya). Ditempat itu baginda member sedekah dan memnerikan tanda-tanda peringatan yang sampai sekarang amat berarti bagi ilmu sejarah.

Dengan resmi Asoka meninggalkan agama Barahma dan memeluk agama Budha. Kemudian baginda masuk bhiksu (reshi). Dari sikap ini teranglah bahwa agama Budha dizaman itu mendapat kedudukan sebagai agama kerajaan. Atas titah raja Asoka didirikan lebih kurang 48.000 buah stupa. Yang masih ketinggalan adlah stupa yang mashur di Sanchi (India Tengah), dekat ibu Negara provinsi yang dibawah pemerintahannya dulu. Untuk  anaknya putrid Charumati yang sungguh berbakti didirikan oleh raja beberapa Wihara atau asrama bagi kaum wanita, terutama dibagian Nepal. Diwaktu pemerintahan Asoka seluruh Indi dapat disatukan. Hanya bagian ujung Selatan dan sailan yang belum takluk kepadanya. Kepulauan Sailan dikirim utusan-utusan untuk mengajarkan ahama Buddha. Sejak itu dari pulai itu tiap-tiap tahun berates-ratus orang datang ziarah kedaerah Benares. Dari zaman Asoka sampai sekarang pulai Sailan adalah suatu pusat pertahanan agama Buddha. Dalam sejarah India belum pernah terdapat seorang raja yang begitu luas kerajaannya seperti Asoka.

Diatas telah dikatakan, bahwa Asoka dengan resmi memeluk agama Buddha. Akan tetepi rakyat pada umumnya masih setia kepada agama Hindu, yang sudah berakar teguh dalam masyarakat sejak purbakala. Pandit-pandit Brahma masih besar pengarunya kepada rakyat. Dalam keadaan demikian Asoka mengeluarkan amanat supaya diantara agama-agama dan mazhab-mazhab haruslah ada ikatan persaudaraan dan perdamaian, tiap-tiap agama merdeka dalam melakukan kebaktian dan mendapat perlindungan yang sama dari raja. Pendidikan masyarakat berdasarkan kepada pelajaran Buddha. Oleh sebab itu ia melarang membunuh yang berjiwa, baik manusia maupun hewan. Orang yang melanggar peraturan itu mendapatkan hukuman keras. Agama Buddha percaya bahwa manusia itu dalam hidupnya melalui beberapa tingkat dan menjelma tiap-tiap kali dalam suatu jenis makhluk. Penjelmaan itu ditentukan oleh karma, yang terdapat pada tiap-tiap manusia, yaitu hasil dari segala perbuatan yang baik atau buruk. Oleh karena itu manusia dan penjelmaannya tidak boleh dibunuh.

Dari segala-galanya nyatalah kemashuran Asoka sebagai raja yang bijaksana, beragama, berpendirian atas kemanusiaan dan yang mengakui hak-hak kemerdekaan dari semua agama. Mengingat kemashuran raja itu sudah tentu banyak sekali terdapat cerita-cerita, kepercayaan-kepercayaan yang ajaib tentang hidupnya dan yang masih terdengar sampai sekarang. Terutama di Sailan, pusat agama Buddha, ia menghormati sebagai seorang manusia yang telah mencapai penjelmaan Bodhisatwa.
Kerajaan Maurya rupanya dibawah pemerintahan Asoka sudah sampai kepada puncak yang setinggi-tingginya. Setelah wafat kaum Brahma yang merasa kedudukannya amat dibelakangkan ditengah-tengah masyarakat yang berdasar pada filsafat Buddha mengajar rakyat sepaya melawan raja Dasaratha, putra Asoka. Kerajaan Maurya mulai mundur dan terpisah-pisah. Akhirnya keturunan Asoka hanya dapat mempertahankan sebagian dari kerajaan yang luas itu.
Tahun 185  SM raja Maurya yang penghabisan Brihadrutha dibunuh oleh panglima perangnya Pushyamitra Sunga yang sengaja merebut kuasa dari tangan raja yang lemah itu untuk merebut kuasa dari tangan raja yang lemah itu untuk memperkuat pwerlawanan terhadap musuh yang mengancam dari sebelah Baktria dan Turkestan (bangsa Parthi).

Keturunan-keturuna Sunga memerintah 112 tahun lamanya. Mula-mula raja Kalinga yang ditaklukan oleh Asoka dapat merebut kerajaannya kembali, sehingga Pushyamitra terpaksa mengadakan perdamaian yang mengurangi kuasanya. Raja-raja sunga tidak begitu menyukai agama Buddha, mereka itu memihak kepada agama Brahma. Dalam pemerintahan Pushyamitra kebiasaan-kebiasaan Brahma dihidupkan lagi. Yang ajaib adalah pengorbanan kuda (asvamedha).

Raja Sunga penghabisan tidak berkuasa lagi, malainkan menjadi boneka saja dalam tangan mentrinya Vasudeva, tang akhirnya membunuh raja itu juga dan menjadi penggantinya. Keturunannya bernama Kanva. Raja-raja Kanva memerintah selama 45 tahun saja dan dig anti oleh raja-raja Ardhra, terdiri dari 30 turunan dan memerintah hamper 250 tahun lamanya, sampai tahun 225 SM.

  II.      Kerajaan Gupta

Dalam abad yang ke 4 mulailah cahaya bersinar kembali dalam sejarah India dengan timbulnya suatu kerajaan baru, yaitu kerajaan Gupta. Seorang raja dari daerah yang kecil dekat Pataliputra kawin dengan putrid Kumara-Dewi dari bangsa Lichchavi. Dengan perkawinanya ia mewarisi daerah-daera baru, sehingga ia menguasai seluruh lembah Gangga. Raja itu mengambil nama Chandragupta I, nama yang sudah termashur dizaman purbakala. Ia memerintah dari tahun 320-330 M dan diganti oleh putranya Samudragupta yang memrintah antara 330-375 M.
Raja ini terhitung salah satu yang termashur diantara raja-raja India. Berhubungan dengan peperangan-peperangan yang dilakukannya dan kemenengan-kemenangan yang diperolehnya ia dapat dibandingkan dengan Napoleon. Samudragupta adalah Brahmin yang setia kepada agama HinduTidak lama setelah raja itu dinobatkan ia mulai memerangi kerajaan-kerajaan yang terletak disekitar kerajaannya dan menaklukkan daerah yang dinamai sejak lama Hindustan dan kemudian daerah-daerah disebelah Utara.
Akan tetapi negri-negri yang diperangi itu tidak selurunya dapat dimasukkan dalam kerajaannya. Yang langsung dibawah pemerintahannya ialah daerah Hindustan, sebagaian dari India Utara dan India Tengah. Raja itu mengadakan perhubungan juga dengan Meghavarna, raja Sailan yang beragama Buddha. Salah satu dari hasil perhubungan itu ialah bahwa agama Buddha mendapat perlindungan dari Samudragupta dan raja itu memberikan izin untuk mendirikan suatu wihara dekat pohon Bodhi di Gaya. Akan tetapi raja itu tetap memperkuat pengaruh agama Hindu asli, misalnya dengan menghidupkan kembali pengorbanan kuda liar.
Dibawah pemerintahan putranya Chandragupta II Vikramaditya (375-415) kerajaan Gupta bertambah luas lagi. Keadaan kerajaan amat makmur dan sentosa, pemerintahan dijalankan dengan bijaksana selama 30 tahun dipegang oleh raja. Setelah raja wafat ditahun 415 kerajaan Gupta lambat laun mundur, terutama oleh karena desakan bangsa Huna dari Utara dan sikap raja-raja penggantinya yang tidak cakap. Diantara tahun 480-490 M, jadi 70 tahun sesudah Chandragupta II  wafat, kerajaan Gupta sudah mulai pecah belah. Keturunan Gupta tetap tinggal memerintah hingga abad ke 8 akan tetapi hanya sebagai raja-raja kecil saja di Maghada.[4]


  III.      Daftar Pustaka

Molia¸ G, India: Sejarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan, Jakarta: Balai Pustaka Jakarta, 1959
http://puspitaati.blogspot.com/



[1] http://puspitaati.blogspot.com/
[2] G. Molia¸ India: Sejarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan, (Jakarta: Balai Pustaka Jakarta, 1959), h. 25
[3] http://puspitaati.blogspot.com/
[4] G. Molia¸ India: Sejarah Politik dan Pergerakan Kebangsaan, (Jakarta: Balai Pustaka Jakarta, 1959), h. 36-40

Tidak ada komentar:

Posting Komentar